Jakarta, Aktual.com – Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) akan menghentikan tunjangan fungsional dosen-dosen perguruan tinggi yang masih berpendidikan sarjana.

“Tunjangan fungsional itu akan kami hentikan, karena berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen yang disahkan pada 2005, tak ada lagi dosen yang mempunyai pendidikan sarjana pada 10 tahun setelah UU itu disahkan,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Prof Ali Ghufron Mukti, di Bandung, Sabtu (29/10).

Besaran tunjangan fungsional tersebut, lanjut Ali Ghufron Mukti, tidak terlalu besar tergantung jenjang dan jabatan akademiknya. Rata-rata, tunjangan fungsional yang diterima para dosen sebesar Rp750.000/bulan.

Hingga saat ini, terdapat setidaknya 31.000 dosen yang masih berpendidikan sarjana. Padahal berdasarkan UU Guru dan Dosen, minimal pendidikan dosen adalah pascasarjana.

“Kami sudah melakukan sosialisasi terhadap hal ini.”

Kemristekdikti juga menyatakan bahwa pihaknya mempunyai berbagai strategi untuk mengatasi persoalan dosen yang masih sarjana tersebut.

Pertama, dosen-dosen yang masih bergelar sarjana didorong untuk melanjutkan pendidikan dengan mekanisme beasiswa.

“Kemristekdikti punya program Beasiswa untuk Dosen Indonesia (BUDI). Pada tahun ini, ada sekitar 2.300 dosen yang kami berikan beasiswa,” papar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu.

Pihaknya terus mengupayakan agar para dosen bisa melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Selain BUDI, juga ada beasiswa lain bagi dosen yang merupakan hasil kerja sama dengan sejumlah negara.

Kemudian dengan mekanisme rekognisi pengajaran lampau. Pengalaman para dosen yang sudah mengajar selama puluhan tahun tersebut diakui dan disetarakan dengan pascasarjana.

“Terakhir, jika tidak bisa juga kami pindahkan menjadi tenaga kependidikan atau bisa juga diberhentikan.”

Dia berharap penghentian tunjangan tersebut tidak menjadi polemik. Permasalahan itu juga dialami Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang mana diharuskan pendidikan minimal guru adalah sarjana.

 

*ant

Artikel ini ditulis oleh:

Antara