Jakarta, Aktual.com – Tokoh Rumah Amanah Rakyat Ferdinand Hutahaean menyatakan bahwa ucapan Tan Malaka yang mengatakan bahwa ‘idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda’ mempunyai makna yang sangat luar biasa. Terlebih kalimat tersebut datang dari sosok idealis, pejuang dan cinta tanah air, yang akhir hayatnya tidak diketahui.
“Kalimat itu sekarang menjadi sangat berarti karena bertepatan dengan tanggal 28 Oktober, tanggal yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda,” kata Ferdinand di Jakarta, Sabtu (29/10).
Disampaikan, pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda suku bangsa nusantara berkumpul di Batavia dengan semangat idealisme dan semangat perjuangan untuk merdeka dan berdaulat atas bangsa Indonesia, serta tidak ingin menjadi bangsa jajahan asing. Maka kaum pemuda dari Barat hingga ke Timur berkumpul dan mengangkat sumpah. Kumpulan pemuda anak-anak nusantara, kaum Bumi Putra, Pribumi Indonesia yang dinodai hadirnya Van der plass sianak Belanda penjajah.
“Mereka, para Pemuda yang berkumpul itu dengan kesamaan pikiran, kesamaan hati dan kesamaan tujuan kemudian bersumpah ‘Satu tumpah darah tanah air Indonesia, Satu bangsa Indonesia, Menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia’. Itulah inti dari Sumpah Pemuda yang dibacakan di Jalan Kramat Raya Nomor 106 Jakarta Pusat yang kini menjadi museum Sumpah Pemuda,” ucap Ferdinan.
Panitia kongres pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda saat ini, lanjut dia, dipimpin Ketua Soegondo Djojopoespito (PPPI), Wakil Ketua R.M. Djoko Marsaid (Jong Java), Sekretaris : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond). Selanjutnya Bendahara Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond), Pembantu I Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond), Pembantu II R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia), Pembantu III Senduk (Jong Celebes), Pembantu IV Johanes Leimena (yong Ambon) dan Pembantu V Rochjani Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi).
Dengan peserta berjumlah lebih dari 70 orang mewakili bumi nusantara. Hadir juga pada saat itu sebagai peninjau perwakilan timur asing yaitu dari keturunan Cina / Tionghoa namun tidak sebagai peserta dan tidak turut serta mengucapkan Sumpah Pemuda. Mereka hanya peninjau. ‘Yang kemudian sejarah ini berkelanjutan pada saat sidang BPUPKI dalam rangka menetapkan Konstitusi, perwakilan keturunan Cina/Tinghoa mengundurkan diri karena menolak kata Indonesia Asli dalam Konstitusi UUD 1945’.
“88 tahun sudah Sumpah Pemuda, sebuah Sumpah yang penuh kemewahan idealisme, nasionalisme dan patriotisme. Sekarang idealisme, nasionalisme dan patriotisme kita terusik oleh gencarnya upaya bangsa asing untuk berkuasa di negara ini,” imbuhnya.
Pemerintah saat ini tidak mampu lagi melindungi tumpah darah Indonesia atau bahkan patut diduga membiarkan dan memberi jalan kepada bangsa asing untuk menguasai Indonesia. Konstitusi di kudeta dan membolehkan bangsa asing jadi presiden. Nilai luhur demokrasi musyawarah mufakat dalam hikmad kebijaksanaan diberangus dengan demokrasi ciptaan penjajah.
“Sistem negara tidak lagi mampu menyaring pemimpin yang lahir dari hikmad kebijaksanaan tetapi lahir dari demokrasi uang kaum oligarkhi. Sumpah Pemuda kehilangan makna, konstitusi diporakporandakan, Pancasila hanya hiasan dinding. Indonesia menuju kehancuran dibawah pemerintahan yang tidak memahami nilai-nilai perjuangan para pendiri bangsa,” ucap Ferdinand.
“Indonesia kini memanggil para pemuda, putra putri bangsa kaum revolusioner. Indonesia menyeru kebangkitan idealisme pemuda. Bangkit bersatu bela negara. Selamatkan Indonesia dari penjajahan gaya baru. Selamatkan Indonesia dari rejim tanpa ideologi. Bangkit melawan atau mati jadi budak kekuasaan asing,” sambungnya.
Musuh rakyat Indonesia saat ini ditekankan dia berada di dalam jantung bangsa sendiri. Mereka berada disini dan hanya berpura-pura menjadi Indonesia.
*Sumitro
Artikel ini ditulis oleh: