Jakarta, Aktual.com – Mantan anggota Tim Satgas Anti-mafia Minyak dan Gas Bumi (Migas), Fahmi Radhi menilai ada dua langkah yang dapat dilakukan Komisi VII DPR dan Kementerian ESDM dalam merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Pertama, Komisi VII dan Kementerian ESDM dapat membahas bagaimana menambah kewenangan Pertamina menjadi operator dan BUMN menggantikan SKK Migas. Jika hal ini disetujui, Pertamina nantinya berfungsi sebagai regulator dan pemantau.
“Dengan memberikan fungsi regulator dan kontrol serta operator akan memberikan kesempatan bagi Pertamina untuk menjalankan fungsinya sebagai representative negara dalam pemanfaatan sumber daya migas bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” papar Fahmi, di Cikini, Jakarta, Sabtu (29/10).
Kedua ialah dengan merubah status komoditi Migas. Sebab, saat ini pemerintah masih menempatkan industri migas sebagai komoditi pasar, sehingga tata kelola migas di tanah air menjadi liberal.
Untuk yang kedua ini, menurut Fahmi harus dilakukan. “Misalnya dengan menempatkan komoditi migas sebagai komoditi pasar. Kalau UU ini tidak diubah, persoalan industri migas tak akan selesai,” tegasnya.
Pendapat Fahmi soal migas sebagai komoditi pasar bukan sesuatu yang awam. Hal ini terlihat dari keleluasaan PT Freeport Indonesia melakukan pemurnian hasil penambangan mereka di luar negeri.
Padahal, sudah ada aturan bahwasanya PT Freeport harus melakukan pemurnian di Indonesia, caranya dengan membangun smelter. Tapi sayang hingga kini PT Freeport belum melakukan kewajiban itu.[M Zhacky Kusumo]
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid