Suasana gedung bertingkat dengan langit berawan hitam di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (26/2/2016). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan perlunya kewaspadaan masyarakat karena diperkirakan hujan lebat disertai angin kencang akan melanda wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Masyarakat juga diarapkan waspada akan terjadinya banjir di sejumlah wilayah Jakarta.

Jakarta, Aktual.com – Anomali cuaca yang cukup ekstrem terjadi di sejumlah daerah di Indonesia tahun 2016 menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.

Akibatnya pada bulan di saat seharusnya tak terjadi musim hujan, di beberapa daerah justru terjadi musim hujan sehingga menimbulkan bencana seperti tanah longsor dan banjir.

Kondisi cuaca ekstrem tersebut ada baiknya harus tetap diwaspadai mengingat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga awal 2017 karena masih aktifnya angin Monsun dingin Asia dan sejumlah faktor lainnya.

Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan dengan potensi interaksi antara Monsun dingin Asia, Dipole Mode, dan kondisi cuaca regional diperkirakan kejadian cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga awal 2017.

Aktifnya Monsun (angin yang berhembus secara periodik, minimal tiga bulan dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan) dingin Asia pada akhir bulan November 2016, intensitas hujan akan meningkat di beberapa kawasan sekitar Indonesia.

Cuaca ekstrem yang terjadi dipicu oleh pertumbuhan awan konvektif lokal yang signifikan. Hal tersebut terjadi karena kondisi atmosfer yang tidak stabil akibat masih hangatnya suhu muka laut, kelembaban udara tinggi, pertemuan dan belokan angin dan perlambatan kecepatan angin.

Banjir yang terjadi di Garut pada 21 September 2016, banjir di Bandung pada 24 Oktober 2016 dan banjir yang melanda Gorontalo pada 26 Oktober 2016 merupakan dampak dari cuaca ekstrem tersebut.

Kalau dilihat secara rinci maka kejadian itu terjadi karena kaitan dengan La Nina (kondisi dimana suhu permukaan air laut di kawasan Timur Equador atau di lautan Pasifik mengalami penurunan), Dipole Mode (penambahan massa uap air dari Samudera Hindia ke wilayah Indonesia bagian Barat) dan monsun.

Meski dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi di kawasan regional tersebut namun sifatnya hanya lokal sehingga intensitas hujan tinggi hanya terjadi di lokasi banjir.

Kondisi itu juga terjadi juga dipengaruhi perlambatan angin yang mendukung adanya pasokan uap air terkait suhu muka laut yang tinggi di selatan Pulau Jawa dan angin yang bergerak ke utara kemudian perlambatan ke daerah Garut.

Perlambatan ini yang kemudian membuat kondisi atmosfer labil dan menjadikan intensitas hujan tinggi sekali dan itu kemungkinan berulang di Bandung dan Gorontalo.

Puncak hujan BMKG juga memprakirakan puncak musim hujan akan terjadi pada Januari-Februari 2017 terutama di Jakarta.

Musim hujan tahun ini dapat dikatakan 50 persen normal, namun karena dipengaruhi beberapa faktor di regional antara lain Dipole Mode (penambahan massa uap air dari Samudera Hindia ke wilayah Indonesia bagian Barat), maka terjadi hujan dengan intensitas tinggi.

Selain itu juga dipengaruhi dengan La Nina (kondisi dimana suhu permukaan air laut di kawasan Timur Equador atau di lautan Pasifik mengalami penurunan) meski dampaknya tidak intens. Di samping itu, pengaruh suhu muka laut yang masih panas menyebabkan massa uap air sangat tinggi.

Berbanding dengan itu ada pergerakan monsun (angin yang berhembus secara periodik, minimal tiga bulan dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan), kemudian juga ada badai tropis dan tekanan rendah yang terjadi di regional.

Prediksi BMKG meski puncak musim hujan Januari-Februari, namun awal 2017 kurang basah dibandingkan puncak musim hujan pada awal 2016. Kecenderungan musim penghujan ini durasi hujan akan memanjang.

Hujan mungkin tidak seintens saat beberapa waktu lalu, tapi karena durasi yang panjang memasuki musim hujan akan memicu akumulasi hujan yang turun dan kecenderungan tanah juga jenuh sehingga tidak semua air tertampung.

Kondisi lingkungan turut mempengaruhi misalnya daya dukung lingkungan, kerusakan daerah aliran sungai dan lainnya akan sangat mempengaruhi dan berdampak pada kemungkinan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.

Untuk itu diimbau kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap kemungkinan bencana alam tersebut sehingga dapat mengurangi korban jiwa.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid