Jakarta, Aktual.com – Indonesia Corruption Watch melihat gelagat yang tidak baik dari internal Komisi Pemberantasan Korupsi. Gelagat ini tercium seiring dengan keputusan KPK untuk menghentikan kasus suap pejabat PT Brantas Abipraya.
Padahal, Agus Rahardjo Cs belum berhasil menjerat pihak penerima. Dimana, dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pihak penerima suap pejabat PT Brantas ialah Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI, Tomo Sitepu.
“Saya melihat KPK sangat janggal, dan sangat aneh ketika terlalu cepat menyimpulkan bahwa tidak ada keterlibatan pada level penerima suap,” kata salah satu peneliti ICW Donal Fariz saat ditemui di bilangan Menteng, Jakarta, Sabtu (29/10).
Kata Donal, aneh sekali jika kemudian KPK menyebut kalau suap dua pejabat PT Brantas, Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno itu tidak diketahui siapa penerimanya.
Tidak beres pula bilamana KPK dengan mudahnya menyerah untuk mencari bukti keterlibatan Sudung dan Tomo. Sebab, baru kali ini KPK tidak berhasil menjerat pihak penerima suap.
“Secara akal sehat suap terjadi ketika adanya persetujuan antara pemberi suap dan penerima suap. Tidak mungkin terjadi jika hanya ada pemberi saja.”
Maka dari itu, pihak ICW mencurigai ada ‘sesuatu’ yang menyelimuti KPK, hingga kemudian memutuskan penghentian kasus PT Brantas.
“Maka ketika tidak ada penerima suap yang diproses oleh KPK, hampir dapat dipastikan ada persoalan di KPK.”
Penghentian kasus suap PT Brantas disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Purnawirawan polisi ini beralasan kalau pihaknya tidak menemukan bukti keterlibatan Sudung dan Tomo dalam kasus tersebut.
“Ekspos penyidik menyatakan tidak, tidak dilanjut lagi. Penyidik tidak menemukan dua alat bukti untuk penerimaan itu,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Kamis (27/10).
Sudung dan Tomo ditengarai telah bersepakat dengan Sudi dan Dandung untuk ‘mengamankan’ kasus dugaan korupsi PT Brantas yang ditangani pihak Kejati DKI. Kesepakatan itu ditandai dengan adanya pemberian uang Rp2 miliar dari Sudi dan Dandung kepada seseorang bernama Marudut Pakpahan.
Pemberian uang miliaran ini dinyatakan sebagai suap oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pasalnya, Sudi dan Dandung notabenenya adalah penyelenggara negara. Keduanya dan Marudut sudah diganjar hukuman penjara.
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan kalau uang itu diperuntukkan untuk Sudung dan Tomo.
Laporan: M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu