Menteri Pariwisata Arief Yahya menyimak pertanyaan anggota Komisi X DPR saat rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/10). Raker tersebut membahas penyesuaian RKA-K/L Kementerian Pariwisata Tahun 2017 sesuai hasil pembahasan Banggar DPR. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – World Bank membuat catatan optimis akan bangkitnya perekonomian Indonesia. Dari laporan triwulan III 2016, yang direport bulan Oktober 2016 ini menyebutkan, pariwisata menjadi sektor paling seksi untuk jumping pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Pariwisata berpotensi membuka keran investasi swasta, menciptakan lapangan kerja, menambah ekspor, dan memandu investasi infrastruktur.

Bank Dunia juga mereferensi World Travel and Tourism Council, bahwa setiap $1 juta yang dibelanjakan untuk sektor travel dan pariwisata bisa mendukung 200 lapangan kerja dan $1,7 juta PDB bagi Indonesia (World Bank, 2016). Laporan Bank Dunia itu persis dengan presentasi yang sering dipaparkan Menpar Arief Yahya di banyak momentum, bahwa investasi di pariwisata itu multiplying effect-nya paling dahsyat.

“World Bank mempertegas angka itu, multiplier effect-nya mencapai 170 persen dari total investasinya. Jika menanamkan modal USD 100 juta maka akan mendrive pergerakan ekonomi menjadi senilai USD 170 juta. Kalau banyak pejabat sering menyebut multiplying effect itu, saya sebut persentase angkanya,” jelas Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (1/11).

Menurut Arief Yahya, pariwisata adalah sektor penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah dan murah. Karena itu tidak salah, jika Presiden Joko Widodo menempatkan pariwisata sebagai core economy bangsa ke depan. Dan karena itu, banyak Kementerian dan Lembaga wajib mensupport Pariwisata untuk menuju target spektakuler 20 juta wisman di 2019.

Pertama, Pariwisata menyumbangkan 10% PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8% dengan trend naik sampai 6,9%, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan. Spending USD 1 Juta di sektor pariwisata, juga menghasilkan PDB USD 1,7 Juta atau 170%, tertinggi dibanding industri lainnya.

Kedua, soal devisa. Saat ini, pariwisata masih di peringkat ke-4 penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3% dibandingkan industri lainnya. Namun, itu pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata tertinggi, yaitu 13%, dibandingkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang pertumbuhannya negatif. Lalu biaya marketing yang diperlukan hanya 2% dari proyeksi devisa yang dihasilkan.

Ketiga soal tenaga kerja, pariwisata menyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4% secara nasional dan menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30% dalam waktu 5 tahun. Pariwisata pencipta lapangan kerja termurah yaitu dengan USD 5.000/satu pekerjaaan, dibanding rata-rata industri lainnya sebesar USD 100.000/satu pekerjaan.

Lagi-lagi Menpar Arief Yahya membenarkan strategi besar yang dipikirkan Presiden Joko Widodo, bahwa pariwisata adalah masa depan bangsa ini. Hanya di pariwisata bangsa ini bisa bersaing di level global. “Kalau agriculture, manufacturing dan IT, itu berat dan hampir tidak bisa fight dengan China yang sudah meraksasa,” kata dia.

Di laporan triwulan itu, World Bank juga menyebut Tingkat kemiskinan R.I. turun sebesar 0,4 persen menjadi 10,9% pada kuartal pertama tahun 2016. Ini adalah penurunan tahunan terbesar dalam tiga tahun terakir. Kebijakan pemerintah yang berkontribusi termasuk upaya menstabilkan harga beras serta perluasan bantuan sosial.

Ekonomi Indonesia tetap kuat menghadapi tantangan global. Manajemen fiskal yang baik telah membantu mendukung pertumbuhan dan mengurangi tingkat kemiskinan. Adapun intisari laporannya adalah sebagai berikut. “Perbaikan manajemen fiskal telah membuat ekonomi Indonesia tetap bertahan kuat. Risiko-risiko eksternal bagi ekonomi Indonesia tetap ada, termasuk pertumbuhan global yang lebih rendah serta gejolak pasar keuangan.,” demikian poin pentingnya.

Lalu, Risiko-risiko fiskal domestik telah berkurang berkat penyesuaian anggaran 2017 yang belum lama diumumkan juga draf anggaran 2017 yang lebih mungkin dicapai. Penerimaan yang lebih tinggi dari program Amnesti Pajak juga membantu mengurangi risiko fiskal. Pengumpulan pajak dari fase pertama telah mencapai Rp 93,4 triliun, setara dengan 56,6% dari sasaran keseluruhan tiga fase.

Proyeksi pertumbuhan PDB tetap sama dengan laporan bulan Juni, yaitu 5,1% untuk tahun 2016 dan 5,3% untuk tahun 2017. Konsumsi domestic diperkirakan tetap kuat dan peningkatan pertumbuhan akan bergantung pada investasi swasta yang lebih kuat.

Juga, bertahannya pertumbuhan ekonomi dan beberapa kebijakan pemerintah berkontribusi pada turunnya tingkat kemiskinan di Indonesia. Tingkat kemiskinan turun sebebsar 0,4 persen menjadi 10,9% pada kuartal pertama tahun 2016. “Ini adalah penurunan tahunan terbesar dalam tiga tahun terakir. Kebijakan pemerintah yang berkontribusi termasuk upaya menstabilkan haga beras serta perluasan bantuan social.”

Koefisien Gini – pengukuran ketimpangan – turun 1,1 poin menjadi 39,7 pada kuartal pertama tahun 2016. Penurunan ini adalah penurunan tahunan terbesar sejak krisis finansial Asia tahun 1997-1998. Laporan edisi ini juga membahas ketahanan pangan, termasuk dampak subsidi pemerintah; bagaimana meningkatnya sertifikasi guru belum membuat capaian belajar siswa menjadi lebih baik; analisa bagaimana akses layanan air, sanitasi, dan kebersihan bisa membantu mengurangi stunting dan kemiskinan. (adv)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka