Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan unjuk rasa merupakan sebuah hak konstitusional setiap warga negara yang boleh dilakukan namun tidak boleh melanggar aturan apalagi merusak.
“Saya menyerukan setiap orang memiliki hak politik yang dijamin konstitusi, yang dalam terminologi politik itu disebut unjuk rasa, asalkan tertib, damai, tidak melanggar aturan dan tidak merusak,” ujar SBY saat konferensi pers di kediamannya, Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11).
Hal itu disampaikan SBY menyangkut rencana unjuk rasa 4 November 2016 di Jakarta oleh sejumlah kelompok organisasi massa yang menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama diproses secara hukum lantaran pernyataannya terkait Surat Al Maidah ayat 51.
SBY mengatakan perlu diingat bahwa unjuk rasa bukanlah kejahatan politik, melainkan bagian dari demokrasi. Dia berkali-kali menekankan unjuk rasa dapat dilakukan asal tidak anarkis.
“Ada seruan agar unjuk rasa tidak anarkis, saya setuju bukan hanya 100 persen tapi 300 persen,” kata dia.
Menurut SBY, unjuk rasa di negara demokrasi adalah unjuk rasa yang tertib dan damai. Unjuk rasa yang bersifat destruktif hanya akan memicu air mata bangsa ini.
“Kalau unjuk rasa destruktif, menangis kita semua. Tidak mudah membangun negeri ini, bertahap dan berlanjut dari generasi ke generasi. Hasil pembangunan jangan sekejap dirusak,” jelas dia.
Dia mengajak seluruh pihak kembali ke akar persoalan yang terjadi.
“Mari bertanya sebenarnya apa masalah yang kita hadapi ini, dan kenapa di seluruh tanah air rakyat melakukan protes dan unjuk rasa. Tidak mungkin tidak ada sebab, maka mari lihat dari sebab-akibat,” ujar dia.
Menurut SBY, tidak mungkin rakyat akan melakukan unjuk rasa untuk bersenang-senang atau berjalan-jalan ke Jakarta, melainkan pasti karena ada tuntutan yang tidak didengarkan.
“Tidak ada rakyat berkumpul untuk ‘happy-happy’, atau jalan-jalan ke Jakarta. Kalau tuntutan rakyat sama sekali tidak didengar, sampai lebaran kuda tetap ada unjuk rasa. Mari bikin mudah urusan ini, jangan dipersulit. Mari kembali ke kuliah manajemen dan metode pemecahan persoalan, itu kuliah semester satu manajemen kepemimpinan,” ujarnya.
Dia mengatakan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dianggap menistakan agama, dan penistaan agama itu secara hukum tidak boleh dan dilarang.
Di Indonesia sudah ada yurisprudensi serta preseden, yang menyebut urusan semacam ini, dan yang bersalah sudah diberikan sanksi.
“Jadi kalau ingin negara tidak terbakar amarah penuntut keadilan pak Ahok ya mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Penegakan hukum juga harus ‘transparan dan adil, jangan direkayasa. Jika proses penegakan hukum berjalan benar, adil, transparan dan tidak direkayasa, rakyat juga harus terima apapun hasilnya,” jelas SBY.
Menurut SBY, semua persoalan terkait persoalan pernyataan Ahok, harus diserahkan ke penegak hukum, dan kini bola ada di penegak hukum.
SBY juga mencermati adanya anggapan bahwa proses hukum bernuansa politis lantaran Ahok kini tengah berstatus sebagai calon gubernur petahana. Bagi SBY proses hukum tidak akan mengganggu status Ahok sebagai calon gubernur yang memiliki hak berkampanye.
Dia secara pribadi berpendapat, apapun yang terjadi berkaitan proses hukum, Pilgub DKI tetap harus diikuti tiga pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU DKI Jakarta. Ketiganya harus diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti kampanye.
“Biarkan ketiganya berkompetisi secara adil dan demokratis. Saya rasa Mas Agus dan Ibu Sylvi, Pak Anies dan Pak Sandi tidak bangga kalau pak Ahok tidak bisa bersaing karena WO,” ujar SBY.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan