Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo (kanan) didampingi Dirjen Otonomi Daerah Sumarsono (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/4). Rapat tersebut membahas RUU tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, penyusunan dan mekanisme pembahasan RUU. FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang berbuat keonaran dan menyimpang bisa ditindak dengan peringatan bahkan dibekukan.

“Kan sudah jelas itu. Kalau ngomong kasar, onar, ya peringatan-peringatan dulu dan itu akan kami bahas dengan Kejaksaan, Kepolisian dulu,” kata Tjahjo Kumolo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (2/11).

Langkah pembekuan bahkan bisa diambil terhadap ormas yang anti-Pancasila dan menghina lambang negara.

Sejumlah proses yang akan ditempuh di antaranya pemberian peringatan sebanyak dua hingga tiga kali.

Hal itu disampaikan Mendagri terkait rencana aksi unjuk rasa yang akan digelar pada 4 November 2016.

Namun ia menegaskan bahwa aksi demonstrasi dan menyalurkan aspirasi merupakan hak warga negara.

“Begini ya. Ini beda masalahnya. Besok itu hanya demo. Apa yang diteriakkan kan belum tahu. Meneriakkan aspirasi, itu hak, enggak ada masalah,” katanya.

Tjahjo mengatakan membekukan ormas sejatinya bukan berada di bawah kewenangan kementeriannya semata melainkan melibatkan pihak lain termasuk kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain melalui pengaduan masyarakat.

“Mendirikan ormas begitu mudahnya, membekukan ormas ada tahapannya, peringatan 1, peringatan 2, peringatan 3, wah panjang. Itu wewenangnya di Kejaksaan ada, pengaduan masyarakat, Kepolisian, Kemendagri. Itu mau coba kami atur,” katanya.

Namun sekali lagi ia menegaskan bahwa negara dan Undang-Undang melindungi masyarakat untuk berserikat, berkumpul, menyalurkan pendapat, bahkan untuk membuat ormas.

ant

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby