Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo mengakui bahwa dirinya memerintahkan langsung Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian agar gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Gubernur Jakarta non aktif, Basuki Purnama atau Ahok, dilakukan terbuka. Namun belakangan, instruksi tersebut justru menuai prokontra.

Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi DPP PDIP Junimart Girsang mengatakan, yang dipermasalahkan bukanlah pro dan kontranya. Namun, instruksi tersebut adalah hak eksepsional dari presiden dalam rangka proses transparansi penegakan hukum.

“Presiden juga mungkin tidak mau nanti dalam proses penegakan hukum ini muncul lagi isu-isu yang tidak benar dan menyimpang, maka presiden dalam kerangka eksepsional mengeluarkan perintah itu kepada kapolri,” ujar Junimart di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/11).

“Secara hukum tidak melarang kok, mana undang-undang yang melarang? Enggak ada UU melarang itu,” tambah dia.

Menurutnya, gelar perkara terbuka adalah wajar, sebab sifatnya massa bukan perorangan. “Kalau perorangan, misalnya, antara saya dengan si B, tidak boleh gelar terbuka.‎ Karena sifatnya sudah nasional, kemarin kan kata polisi sampai 200ribu orang, itu kan sudah massal. Jadi apa salahnya transparansi dilakukan? Justru kita apresiasi presiden berani mengambil transparansi dalam rangka proses penegakan hukum,” jelas anggota Komisi III DPR ini.

Junimart menambahkan, bila kasus tersebut digelar terbuka maka tidak ada yang bisa mengintervensi. Pun, kata dia, independensinya jelas karena disiarkan media.

“Kan gelar terbuka. Jadi kita bisa lihat bagaimana polisi bekerja. Bagaimana polisi lakukan analisis dan evaluasi untuk proses lidik ini,” katanya.

Junimart menilai, gelar perkara terbuka tidak akan terpengaruh opini publik. Sebab, kepolisian hanya menerangkan proses perkara tersebut. Yang meliputi temuan dan hasil.

“Jadi, apa yang salah? Kan mereka tidak minta pendapat ahli si A, si B. Itu mereka sudah lakukan. Jadi tingal ‘ini lho hasil pekerjaan kami’,” ungkap dia.

Sekali lagi, ia menegaskan, bahwa gelar perkara terbuka hanyalah penyampaian hasi penyelidika dari kepolisan. Bukan itu, proses penyidikan.

“Hanya menyampaikan. Ini kita gelar perkaranya nih. Kan begitu. Bukan untuk adu pendapat. Enggak. Beda. Ini kan gelar perkara terbuka bukan tertutup. Kalau tertutup kan sesama penyidik. Tentu melakukan kontra dan pro. Ini kan tidak. ‘ini lho hasil pekerjaan kami’. Ahli ini mengatakan demikian. Ahli ini mengatakan demikian. Dari sana demikian. Dari sini demikian. Nanti polisi menyimpulkan apakah hasil bisa ditingkatkan ke sidik atau berhenti di lidik. Begitu,” pungkasnya.[Nailin In Saroh]

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid