Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian (kanan) memasuki ruangan untuk memberikan arahan kepada jajaran Polri terkait pengamanan negara di Auditorium PTIK, Jakarta, Selasa (8/11). Presiden Jokowi meminta Polri tidak ragu dalam bertindak untuk penegakan hukum, Presiden juga memberikan apresiasi kepada seluruh anggota Polri atas kewaspadaan, solidtas, sikap profesional yang ditunjukkan dalam mengamankan aksi demo tanggal 4 November 2016. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk tidak bicara sembarangan, terkait rencana untuk menjerat dirinya dengan pasal makar. Fahri menyayangkan kemampuan intelektual Tito, karena bekerja dibawah tekanan kekuasaan. Padahal, Tito merupakan jenderal yang memiliki track record sebagai perwira cemerlang.

“Saya juga salah satu yang urus dia untuk menjadi Kapolri. Tolong jaga diri baik-baik. Jangan bergantung pada kekuasaan karena kekuasaan bisa jatuh. Bergantunglah pada hukum karena hukum akan ada selamanya,” ujar Fahri usai menghadiri jumpa pers persiapan Kongres Pertama Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia di Jakarta, Selasa (8/11).

Lebih lanjut, Fahri pun lantas mengajari Tito tentang pembagian kelembagaan di negara demokrasi atau trias politika yang dibagi atas kekuasaan yudikatif, legislatif dan eksekutif. Kepada eksekutif, jelas Fahri, diberikan tugas untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan dengan APBN ribuan triliunan rupiah ditambah dengan ribuan triliuan yang menjadi aset BUMN.

Sedangkan, lanjutnya, DPR memiliki tugas salah satunya pengawasan dan untuk menjalankan semua tugasnya DPR memiliki hak imunitas dan tidak boleh dipidana dalam menjalankan tugasnya. “Itu bukan sekedar ditulis dalam UU tapi dalam UUD 45. Makanya untuk anggota DPR ada UU MD3 yang mengatur ada Majelis Kehormatan Dewan yang akan menyidangkan anggota yang dianggap melanggar etika.”

Menurut Fahri, pernyataannya dalam aksi demonstrasi 411 bahwa Presiden bisa dijatuhkan bukan berarti makar seperti yang dipahami Tito. Fahri menegaskan bahwa menjatuhkan pemerintahan pun telah diatur dalam UUD. ”Ini negara demokrasi dan sah saja jika pemerintahan dijatuhkan kalau memang harus dilakukan. Indonesia bukan negara totaliter dimana menanyakan umur raja saja bisa kena pasal. Ini negara demokrasi bung, menjatuhkan presiden juga sudah diatur.”

Lagipula, kata Fahri, memang tujuan demonstrasi itu adalah untuk mengancam dan jika demo kemarin dilakukan karena presiden tidak juga memiliki sikap terhadap Ahok, maka demo kemarin adalah bentuk ancaman kepada presiden. ”Ya kalau demo itu yang didemo ya harus merasa terancam. Dia harus paham bahwa yang bisa dijatuhkan bukan hanya anggota DPR tapi juga presiden,” ujar Mantan Ketua Umum Pertama KAMMI itu.

Sementara untuk peran Yudikatif, Fahri mengingatkan juga kepada aparat hukum seperti Polri untuk lebih banyak berkonsuntasi dengan pakar-pakar hukum tata negara. ”Aparat hukum harus lebih banyak berkonsultasi terutama kepolisian kepada pakar-pakar hukum tata negara. Saya sendiri sangat menyesalkan kalau aparat hukum justru keliatan didrive, diarahkan oleh politisi termasuk oleh presiden. Kita negara rechststaat atau negara hukum bukan negara machtstaat atau negara kekuasaan.”

Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, pihaknya masih mempelajari soal orasi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat aksi unjuk rasa 4 November 2016. Dalam pidatonya, Fahri sempat menyinggung soal penggulingan Presiden Jokowi.

“Ya, kami akan pelajari apakah itu bisa masuk ke dalam pasal makar. Kalau masuk ke dalam pasal makar ya kami proses hukum, prinsipnya begitu,” kata Tito di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta, Selasa (8/11).

Sementara, terkait aktor-aktor politik yang terlibat dalam aksi unjuk rasa itu, Tito menyatakan apabila mereka turun hanya untuk demo tidak masalah. “Itu hak sebagai warga negara, kebebasan berekspresi, tetapi pada saat ekspresi itu kalau mengucapkan kata-kata berbau makar maka tidak boleh, karena itu inkonstitusional.”

Tito mengatakan, institusinya akan mengembangkan kasus lima anggota HMI yang ditangkap pada Senin (7/11) malam oleh petugas Polda Metro Jaya diduga sebagai perusuh saat aksi unjuk rasa pada Jumat (4/11) malam.

“Ada lima orang yang ditangkap dan diproses saat ini, karena dalam foto-foto mereka ada yang melakukan penyerangan terhadap petugas.”

Pihaknya juga akan mengembangkan apakah lima orang yang ditangkap itu ada kaitannya dengan tokoh-tokoh yang menyuruh mereka melakukan kekerasan. “Karena, kalau kita lihat demo itu awalnya aman, baru kemudian malamnya dari sisi yang sebelah kanan (Monas) terjadi serangan-serangan.”

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu