Bogor, Aktual.com – Kinerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Batubara, Sumatera Utara dianggap Otoritas Jasa Keuangan tak sesuai aturan.
Langkah-langkah penyelesaian sengketa keuangan di wilayah Batubara bisa menimbulkan industri jasa keuangan yang berpotensi menanggung kerugian, karena penanganan yang tak konsisten.
“Sejauh ini, OJK telah berkoordinasi dengan Kementeriaan Perdagangan yang menanggapi banyak keluhan dari lembaga jasa keuangan terhadap BPSK Batubara dalam menangani pengaduan konsumen keuangan,” ujar Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Anto Prabowo saat media gathering di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (12/11).
Menurut Anto, OJK sudsh mendapat surat dari Direktur Pemberdayaan Konsumen Kemendag yang menginformasikan teguran thd BPSK Batubara itu. “Pihak Kemendag sudah meminta informasi dari OJK jika setelah surat tersebut BPSK Batubara masih melakukan penyelesaian sengketa yang tak sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan.”
OJK menekankan, bahwa BPSK tersebut bisa melakukan penyelesaian sengketa sesuai dengan wilayah kerja BPSK dan mematuhi UU Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menperindag No.350/MPP/KEP/12/2001 yang antara lain mempersyaratkan persetujuan konsumen dengan lembaga jasa keuangan.
Yaitu, dengan menyelesaikan sengketa di luar yang sudah diperjanjikan di awal saat tanda tangan perjanjian, entah terkait pernajanjian kredit, kartu kredit, kredit tanpa agunan, pembiayaan-leasing, dan polis atau formulir pemanfaatan produk-layanan keuangan.
“OJK sudah mempelajari pembatalan keputusan BPSK Batubara itu oleh pengadilan dan MA (Mahkamah Agung) ternyata disebabkan tidak adanya kesepakatan terlebih dahulu. Hal ini karena terkandung maksud yang berkaitan dengan pasal 1338 KUHPerdata.”
Pembatalan atas tidak proper-nya BPSK Batubara beracara itu telah merugikan, baik konsumen maupun lembaga jasa keuangan. Karena dengan penyelesaian yang seperti itu membuat sengketa tidak terselesaikan dan merugikan secara finansial.
Berdasar data OJK, sengketa yang ditangani BPSK seluruh Indonesia (dari 32 kabupaten-kota) per Agustus 2016 sebanyak 493 kasus. Dan dari junkah sebesar itu sekitar 48 persen atau 235 kasus ternyata ditangani oleh BPSK Batubara.
“Bahkan timbul masalah baru. Karena ternyata, banyak permasalahan konsumen atau kasus yang ditanganinya sudad di luar dari kabupaten Batubara. Ada dari Padang, Medan, dan lainnya.”
Untuk itu, kepada konsumen keuangan yang mengalami permasalahan dengan lembaga jasa keuangan, sesuai aturan, mestinya pertama kali melakukan pengaduan ditujukan ke lembaga jasa keuangan. “Dan OJK sudah mewajibkan lembaga jasa keuangan itu menangani pengaduan tersebut.”
Dan jika tidak sepakat, maka konsumen bisa mengadukan ke OJK atau Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di sektor jasa keuangan dan sama kewenangannya dengan BPSK yg diatur oleh UU Perlindungan Konsumen.
“Perbedaannya, LAPS diawasi oleh OJK agar obyektif dan independen, kemudian proses yang dilakukan melalui mediasi, ajudikasi dan arbitrase yang tersertifikasi dan paham dengan bisnis keuangan,” ujar Anto.
Sejauh ini, ada enam LAPS di sektor jasa keuangan yaitu Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI).
Kemudian, Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI), dan Badan Mediasi Pembiayaan, Pegadaian, dan Ventura Indonesia (BMPPVI).
Laporan: Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu