Presiden Joko Widodo (baris depan, kanan) didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kedua kanan), KSAL Laksamana TNI Ade Supandi (ketiga kiri) berdiskusi dengan Komandan Korps Marinir TNI Mayjen TNI (Mar) R.M. Trusono (tengah) saat upacara pengarahan kepada pasukan Marinir di Lapangan Utama Markas Korps Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (11/11). Presiden menegaskan loyalitas Korps Marinir TNI Angkatan Laut kepada negara dan rakyat, setia pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika sudah tak perlu diragukan lagi. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Sidik menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan adanya isu yang menyebutkan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan digerakkan oleh presiden untuk berhadap-hadapan dengan rakyat.

Hal itu dikatakannya menanggapi persepsi yang berkembang terkait safari Presiden Jokowi ke lembaga pertahanan dan keamanan pasca aksi bela Islam 411. Dan untuk menghadapi aksi lanjutan pada 25 November.

Menurut mantan Ketua Komisi I DPR ini, TNI berasal dari rakyat dan merupakan garda terdepan dalam pengamanan negara. Serta menjadi alat negara dalam situasi yang mengancam NKRI. Secara otomatis TNI tidak peduli siapapun jika memang ada yang mengancam NKRI. TNI, kata Mahfudz, akan bergerak cepat untuk mengamankan.

“Doktrin yang tertanam dalam setiap prajurit TNI itu, NKRI harga mati. Dia menjadi garda terdepan dalam mempertahankan negara. Pemerintahan hanyalah bagian dari sebuah negara,” ujar Mahfudz di Jakarta, Minggu (13/11).

“Loyalitas TNI dalam konteksnya kepada presiden sebagai panglima tertinggi TNI adalah selama tidak membahayakan negara. Jadi rakyat tidak perlu khawatir jika ada pihak yang seolah-olah dapat memanfaatkan TNI,” tambahnya.

Lebih lanjut, Anggota komisi IV DPR ini mengaku banyak mendengar pertanyaan masyarakat akan sikap langkah presiden yang membingungkan.

Dalam pernyataannya di hadapan para ulama dan tokoh ormas Islam, presiden selalu mengatakan tidak akan mengintervensi kasus hukum terhadap pelaku dugaan penista agama, yakni Ahok. Tapi disatu sisi, banyak tindakannya yang bisa ditafsirkan sedang unjuk kekuatan. Seperti menyambangi Brimob, marinir, Kopassus dan lain-lain yang justru terlihat seperti ingin “menakut-nakuti” rakyat. Belum lagi beberapa aktivis mahasiswa dan tokoh politik yang mulai disasar oleh aparat keamanan.

“Ini tindakan politik yang aneh dan akan menimbulkan banyak pertanyaan. Masyarakat akan menilai pernyataan presiden tidak akan melindungi Ahok tidak tulus, karena dibarengi dengan isyarat unjuk kekuatan,” katanya.

“TNI dengan semua unsurnya dalam UU sebagai alat pertahanan negara. Jadi, tidak mungkin seorang presiden sekalipun boleh menggerakkan TNI untuk berhadapan dengan rakyat demi membela seorang Ahok. Ahok bukan negara. Bahkan presiden pun secara personal juga bukan negara,” tegas mahfudz.

Dia pun heran dengan sikap presiden Jokowi dalam menanggapi kasus penghinaan terhadap kitab suci Al Quran tersebut. Sebab, yang dipahami masyarakat adalah Ahok sebagai pemilik masalah, namun justru Jokowi yang terlihat sibuk.

”Masyarakat yang cerdas akhirnya menduga-duga ada kaitan apa Ahok dengan presiden Jokowi. Maka muncul lah dugaan kalau Ahok diproses hukum yang ketiban pulung,” jelas Mahfudz.

Mahfudz menambahkan, berbagai langkah presiden Jokowi itu pun malah semakin memperlihatkan bahwa ada gejala yang tidak beres di pemerintahan. “Ini tanda-tanda abuse of power. Yaitu ketika presiden menggunakan berbagai instrumen kekuasaan untuk mengamankan satu perkara yang bukan agenda nasional dan bukan untuk kemaslahatan negara,” pungkasnya.

Ia pun mengingatkan, bahwa Presiden memang lah Panglima tertinggi tetapi loyalitas TNI hanya kepada Negara. “Jika presiden tidak diingatkan maka sangat mungkin yang akan marah bukan saja kalangan ummat Islam, tapi akan melebar ke kalangan aktivis pro-demokrasi.” Tandas Mahfudz.

*Nailin

Artikel ini ditulis oleh: