Dari kanan ke kiri, Wakil Presiden Jusuf Kalla memukul gong simbolis pembukan Kongres I Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KA KAMMI) didampingi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Kartika Chadra, Jakarta, Sabtu (12/11). Kongres I dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla Dengan memberikan Pidato Kebangsaan 'Gerakan Islam dan Cita-cita Kepahlawanan Indonesia'. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Besamaan diselenggarakan kongres Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KA KAMMI), Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta memberi apresiasi dan menyampaikan pesan secara khsus mengenai gejolak dinamika sosial yang terjadi.

Dia mencermati pada kondisi saat ini, ada dua persoalan baik lokal maupun global yang menjadi pemicu dan sekaligus menjadi sumbu kekisruhan panjang yang akan dialami segenap komponen bangsa.

Berkaitan dengan itu juga, dia melihat Kongres KA KAMMI merupakan momentum strategi untuk tanggap dan menawarkan narasi besar dalam keterlibatan pusaran sosial tersebut. Karena bagaimanapun sejarah KAMMI dilahirkan tidak terlepas dari gejolak global dan lokal yang terjadi pada 1998.

Dimana saat itu terjadi krisis secara masif di berbagai negara terutama kawasan asia, hingga kemudian kondisi nasional menjadi tak terkendali yang berujung tumbangnya rezim orde baru. Disaat itu, KAMMI dilahirkan menjadi organisasi penentu jalannya reformasi kepemerintahan.

“Kongres KAMMI merupakan momentum yang sangat tepat dalam menanggapi kondisi global dan Lokal. Momentum global adalah terjadinya kerusuhan di Amerika. Masyakarat menolak Donal Trump yang terpilih menjdi presiden Amerika. Sedangkan momentum lokal yaitu benturan SARA,” kata Anis Matta, ditulis Minggu (13/11).

Dia menggambarkan bahwasanya tidakĀ  pernah ada yang membayangkan bahwa negara Amerika Serikat sebagai negara pelopor demokrasi akan mengalami fase rusuh dengan hasil Pemilihan Presiden seperti saat ini.

Untuk diketahui tuturnya, beberapa bulan silam atau sebelum Pilpres AS, dia berkunjung ke Eropa dan bertemu dengan intelijen militer. Informasi intelijen yang ia dapati ketika itu telah mengatakan bahwa Donald Trump pasti akan menang Pilpres AS.

Sementara untuk kondisi lokal, terdapat dinamika Aski demonstrasi pada 4 November silam. Dia menilai bahwa fenomena itu bukan sekedar fenomena Ahok tapi mengenai kemarahan yang sudah lama dipendam oleh umat.

Dia memprediksi ketegangan ini akan berlangsung lama dan akan dibenturkan dengan pemilihan kandidat presiden Indonesia pada 2019 mendatang.

“Jadi siap-siap bahwa kita akan memasuki satu fase permainan hard game (permainan keras). Oleh sebab itu, dalam situasi sepeti ini, siapa yang tidak ikut membuat aturan permainan game, maka akan cek out/terlempar dengan sendirinya,” tegasnya.

Adapun hal lain yang perlu dianalisa, kasus Ahok ini tuturnya merupakan peristiwa to be or not to be (Hidup atau Mati) bagi Jokowi, SBY dan juga bagi ummat Islam.

“Kalau kita ummat Islam kalah dalam kasus Ahok ini, Maka orang luar akan bilang; cukup satu orang Ahok yang akan menyelesaikan ummat islam Indonesia. Perlu dipahami, player yang bermain di kasus Ahok bukan sekedar player lokal tapi player global,” tandasnya.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan