Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Komandan Korps Marinir TNI Mayjen TNI (Mar) R.M. Trusono (kiri) berada di atas tank Amphibi BMP-3 milik TNI AL saat memeriksa pasukan Marinir di Lapangan Utama Markas Korps Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (11/11). Presiden menegaskan loyalitas Korps Marinir TNI Angkatan Laut kepada negara dan rakyat, setia pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika sudah tak perlu diragukan lagi. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Benny K Harman menilai adanya kepentingan politik yang dibawa Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Markas TNI AD, Kopassus dan Marinir. Anggota DPR dari fraksi Demokrat ini meyakini bahwa kunjungan tersebut bukan hal biasa.

Pasalnya, kunjungan Jokowi terjadi setelah Aksi Bela Islam II pada 4 November 2016 lalu. Dimana, unjuk rasa tersebut dikategorikan sebagai aksi paling besar dalam sejarah Indonesia pasca kemerdekaan.

“Konon, ini aksi terbesar umat Islam, terbesar dalam Republik ini. Pandangan saya, Jokowi gelisah pasca 4 November. Presiden nampaknya nggak menyangka massa Aksi Bela Islam II lebih dari 1 juta orang,” kata Benny dalam sebuah diskusi bertajuk ‘TNI-Polri: Alat Negara atau Alat Kekuasaan’, di Menteng, Jakarta, Minggu (13/11).

Benny pun juga mengomentari ihwal kunjungan Jokowi ke kediaman Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, di Hambalang, Jawa Barat. Menurutnya, kunjungan tersebut jadi salah satu blunder Jokowi.

‪”Kunjungi Prabowo malah trigger (pemicu) massa untuk datang dalam Aksi Bela Islam II. Begitu pula orang-orang pernyataan orang dekat Istana banhwa konfrensi pers Demokrat 2 November. Tudingan itu justru buat massa aksi turun ke jalan nggak surut,” tuturnya.

Anggota DPR dari dapil NTT I ini pun meyakini bahwa Aksi Bela Islam II bukanlah pergerakan politik terkait Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang. Melainkan bentuk penyampaikan aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam terhadap ‘bobroknya’ penegakan hukum di tanah air.

‪”Jadi saya yakin 411, bukan pergerakan politik massa yang menolak Ahok jadi Gubernur. Tapi tuntutan penegakan hukum. Kalau ada yang mau kaitkan ini dengan politik, sama saja dengan mendelegitmiasi semangat 411. Demo halal. Dijamin konstitusi. Sesat kalau ada info yang masuk ke Presiden bahwa demo 411 inkonstitusonal,” tegasnya.

Jika dilihat dari kaca mata politik, sambung dia, seharusnya Jokowi bisa memanfaatkan momen Aksi Bela Islam II. Boleh jadi, persitiwa tersebut jadi ‘modal’ Jokowi untuk maju dalam Pemilu Presiden 2019 nanti.

Namun sayang, menurut pria 54 tahun ini Jokowi tidak berpikir ke masa depan. Yang ada malah menunjukkan kegelisahannya dengan menuding ada aktor politik yang menunggangi Aksi Bela Islam II.

‪”Kalau Presiden taktis harusnya terima kasih pada umat Islam, siapa tahu bisa jadi modal di 2019, kalau dilihat secara politik. Tapi kenapa Presiden gelisah? Kenapa harus menuding ada aktor politik di belakang Aksi Bela Islam II?” sindirnya.

Seperti diketahui, terhitung sejak Senin (7/11), Presiden Jokowi mulai melakukan safari politik ke berbagai instansi dan organisasi masyarakat. Tak hanya kunjungan ke Markas TNI AD, Kopassus dan Marinir, Jokowi pun bersilaturahmi dengan para ulama dari PB NU dan PP Muhammadiyah.

Kegiatan ini yang kemudian dikomentari oleh banyak kalangan. Sebab, mereka menilai tak lazim kunjungan itu dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan pasca Aksi Bela Islam II di sekitaran Istana Negara beberapa pekan lalu.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan