Jakarta, Aktual.com – Kreditur-kreditur dari China, baik itu swasta maupun lembaga pembiayaan pemerintahnya terus mengucurkan utangan ke beberapa negara di Afrika dan Asia. Di Afrika, dua negara yang sangat tergantung dengan dana China adalah Nigeria dam Ghana.

Untuk itu, jika tak waspada kondisi tersebut bisa saja dialami Indonesia yang memiliki utang besar dari Negeri Tirai Bambu itu, sekaligus mngandalkan investasi dari negeri itu. Akan tetapi, banyak pihak menyorot kebijakan kerja sama dengam China itu harus dikritisi.

“Kami sangat sepakat untuk mengkritisi kebijakan kerja sama dengan China itu, baik di tataran pemerintah maupun investor swastanya. Karena potensi merugikan Indonesia sangat besar,” tandas pengamat ekonomi dari INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, saat dihubungi, Senin (14/11).

Menurut dia, jika pemerintah tak mengevaluasi model kerja sama dengan China, bukan tak mungkin negara besar ini akan bertekuk lutut mengandalkan modal dari China.

“Saya mengkritik keras. Apalagi pemerintah sekarang dekat dengan China. Untuk itu, Indonesia jangan sampai seperti negara-negara Afrika, contohnya Ghana dan Nigeria yang tergantung dengan dana dari China,” tandas Bhima.

Model-model penyaluran dana China ke suatu negara memang berupa investasi untuk memberikan bantuan modal dalam pembangunan infrastruktur.

Akan tetapi, kata dia, “liciknya” China itu dia memboyong semua tenaga kerja, bahkan sampai pengadaan mesin, dan lain sebagainya didatangkan dari Tiongkok itu.

“Dan Indonesia sudah mulai seperti itu (mengikuti jejak Ghana-Nigeria). Nah, apalagi yang berbahaya sekali itu adanya bebas visa ke 169 negara. Ini tak bisa didiamkan,” tandas Bhima.

Sebelumnya, kritik tajam meluncur ekonom Jepang yang mengkritik gaya ekspansi pembiayaan ala China ke banyak negara termasuk Asia Tenggara, seperti Indonesia.

Peneliti Jepang dari Universitas Tsurumi dan Universitas Seigakuin Jepang, Masako Kuranishi mengingatkan Indonesia agar sangat hati-hati terhadap gerakan China di Asia terutama di Indonesia.

Menurutnya, China mempunyai rencana atau konsep besar sejak Oktober 2013 terhadap Asia, yaitu Maritime Silk Road atau sering dijuluki One Belt One Road, yang dilemparkan ide ini oleh Xi Jinping.

“Dengan konsep itu, scara kasar bisa dikatakan munculnya hegemoni China terhadap negara-negara di Asia,” tuding Masako.

Di Indonesia, menurut Masako, dimulai dari penguasaan Shinkansen. Bahkan, kata dia, tak hanya soal Shinkansen, tetapi daerah yang dilewati dan sekitarnya akan dan harus dikuasai pihak China walaupun perusahaan patungan 60% Indonesia dan 40% China.

“Namun demikian, pihak China yakin Indonesia akan kesusahan bayar sehingga penguasaan mayoritas perusahaan nanti akan dilakukan China. Demikian pula tenaga kerja yang dikerahkan semua akan diturunkan dari China. Tenaga kerja Indonesia hanya sedikit dan itu tak penting. Seperti yang terlibat dalam proyek kereta api cepat itu,” cetusnya.

Itu baru satu hal. Yang lainnya, adalah pinjaman dari AIIB atau pun pinjaman langsung dari China Development Bank (CDB) sejumlah miliaran dolar AS. Langkah itu, membuat Kuranishi bingung.

“Kok Indonesia mau menerima pinjaman besar sekali dari China dengan bunga besar sampai 2% setahun ya? Padahal Jepang bisa memberikan pinjaman 0,1% per tahun. Benar-benar tidak mengerti,” cetusnya.

Dengan kondisi itu, kata dia, China sengaja membuat berbagai kondisi yang nyaman saat ini kepada Indonesia. Padahal setelah pinjam, China sadar Indonesia mungkin akan mengalami kesulitan pengembalian uang hutang tersebut.

“Sehingga, jadi terikat semakin kuat kepada China. Dari sanalah China akan semakin menguasai Indonesia,” ingat dia.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka