Ratusan ribu umat muslim Indonesia long march menuju depan Istana Merdeka, Jakarta , Jumat (4/11/2016). Dalam aksi damai ratusan ribu umat muslim Indonesia mendesak Jokowi untuk segera menyelesaikan proses hukum dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri mengadakan gelar perkara atas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa (15/11). Ahok dilaporkan beberapa pihak karena dinilai melanggar Pasal 156a KUHP.

Gelar perkara oleh penyidik Bareskrim Polri ini bukan saja unik, melainkan juga aneh. Bareskrim mengundang sekitar 20 orang dengan gelar saksi ahli yaitu ahli agama, ahli bahasa dan ahli pidana. Bareskrim juga mengundang pihak pelapor dan terlapor serta beberapa lembaga negara seperti Kompolnas dan Ombudsman.

“Mengapa gelar perkara ini sebegitu pentingnya dilakukan? Gelar perkara ini sudah tidak tepat disebut sebagai gelar perkara, namun sudah menjadi pengadilan diluar sistem peradilan dan tanpa hakim,” ujar tokoh Rumah Amanah Rakyat Ferdinand Hutahean, Selasa (15/11).

Menurutnya, gelar perkara Ahok lebih tepat disebut pengadilan karena menghadirkan semua pihak terkait termasuk termohon atau terlapor. Terlapor dalam hal ini bisa mempengaruhi penyidik untuk memutuskan apakah status penyelidikan layak naik ke status penyidikan atau tidak.

“Ini janggal dan aneh, tidak pernah gelar perkara seperti ini dikenal dalam sistem penegakan hukum bangsa ini. Sementara posisi hakim dalam pengadilan diluar sistem ini tetap berada ditangan penyidik.”

Dia mencatat beberapa hal yang dapat diterjemahkan dengan pemikiran dalam bentuk analisis meski belum terucap dan diputuskan oleh penyidik Polri. Pertama, penyidik merasa dan mungkin menyimpulkan bahwa Ahok tidak layak dijadikan tersangka. Namun karena tekanan publik, maka kesimpulan tersebut belum diumumkan atau diputuskan resmi dan muncullah ide gelar perkara ini.

“Andaikan penyidik telah memiliki kesimpulan bahwa Ahok layak ditetapkan sebagai tersangka, kira-kira apa perlu melakukan gelar perkara berbentuk pengadilan seperti hari ini?”

Kedua, dapat dipastikan gelar perkara berbentuk pengadilan akan menghadirkan debat antara ahli, pelapor dan juga terlapor karena semua akan mempertahankan argumennya dengan persepsi masing-masing.

Tidak mungkin akan lahir sebuah kesepakatan dan menjadi kesimpulan atas gelar perkara tersebut. Terlapor sudah pasti menolak jika dinyatakan bersalah, demikian juga pelapor pasti akan menolak jika dinyatakan Ahok tidak bersalah.

Ketiga, bahwa kesimpulan tetap berada ditangan penyidik dan bukan di forum gelar perkara. Jika penyidik merasa bahwa Ahok tidak layak dijadikan tersangka, apakah dengan gelar perkara ini akan merubah dugaan mengenai kesimpulan penyidik bahwa Ahok tidak layak tersangka.

“Apa yang dilakukan hari ini tidak akan bermamfaat apa-apa karena penyidik tetap akan bekerja sesuai kewenangannya apakah menjadikan Ahok sebagai tersangka atau tidak tanpa melihat hasil pengadilan diluar sistem bertajuk gelar perkara,” ujar Ferdinand.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu