Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemilihan Umum Provinsi DKI Jakarta akan menggelar tahapan pencoblosan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 15 Februari 2017.

Setidaknya, ada 3 pasangan calon yang akan bersaing menjadi pimpinan Ibu kota, yakni pasangan Agus Harimurti-Slyviana Murni, Basuki T Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Saat ini, ketiga pasangan sedang menjalani masa kampanye untuk menarik simpati warga. Namun, di tengah masa kampanye, pasangan nomor urut 2 Ahok-Djarot diterpa isu miring. Publik tengah menyoroti kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

Akibat kasus ini, partai pendukung Ahok-Djarot mulai berpikir ulang mendukung jagoannya itu. Salah satunya, Partai NasDem. NasDem disebut-sebut akan menarik dukungannya andai Ahok ditetapkan tersangka atas kasus yang sempat memunculkan aksi 411 tersebut.

Terkait kasus Ahok, Anggota Komisi II dari Fraksi PPP Ahmad Baidowi mengatakan berdasarkan PKPU 12/2016 pasal 74 ayat (1), partai pengusung tidak bisa menarik dukungannya kepada calon tertentu. Dengan ketentuan itu tidak ada celah bagi parpol yang telah mendaftar sebagai pendukung ke KPU untuk menarik dukungan kepada jagoannya.

“Setelah penetapan paslon, parpol dilarang menarik usungan yang terdaftar di KPU sebagaimana diatur PKPU 12/2016 pasal 74 ayat (1),” ujar Baidowi di Jakarta, Selasa (15/11).

Aturan ini berlaku sama bagi pasangan calon. Menurutnya, dalam ayat 2 pasangan calon yang telah terverifikasi dilarang mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai peserta Pilkada. Yang dilarang untuk menjadi peserta Pilkada adalah apabila calon telah ditetapkan sebagai terpidana dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

“Begitupun pada ayat (2) paslon ataupun seseorang dari paslon dilarang mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai peserta pilkada oleh KPU. Sementara terkait paslon yang menjadi tersangka tidak menghalanginya sebagai calon. Yang dilarang adalah terpidana berkekuatan hukum tetap,” jelas dia.

Pria yang akrab disapa Awiek ini menjelaskan partai politik juga tidak bisa menarik dukungannya atau mengganti dukungan ke calon lain meskipun jagonya telah ditetapkan sebagai terdakwa dengan ketetapan hukum tetap. Aturan itu diatur dalam PKPU 9/2015 Jo PKPU 12/2016 pasal 75 ayat 1.

“Tidak bisa (menarik dukungan). PKPU 9/2015 Jo PKPU 12/2016 pasal 75 ayat 1 menyebutkan bahwa jika parpol menarik dukungan ataupun paslon yang mengundurkan diri tidak boleh mengajukan pengganti. Pada ayat 2, bahwa parpol dan paslon tersebut dinyatakan gugur sebagai peserta pilkada,” ungkap Wasekjen PPP ini.

Bagi partai yang terbukti menarik dukungan, lanjut dia, pimpinan partai atau pihak yang menandatangani surat pernyataan dukungan kepada salah satu calon akan terkena sanksi pidana atau denda.

Ayat (2) pasal 191 dalam UU Pilkada menyebutkan, jika parpol dan atau gabungan parpol dengan sengaja menarik pasangan calonnya yang sudah ditetapkan KPU maka pimpinan Parpol dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.

“Itu UU 10/2016 tentang pilkada, kalau menarik dukungan sejak penetapan paslon dikenai pidana. Yang tandatangan (yang terkena sanksi pidana dan denda),” pungkas Awiek.

Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan