Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kanan) bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kiri) bersiap menghadiri pelantikan pengurus Partai Nasdem se-DKI Jakarta di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (20/3). Partai Nasdem merupakan partai politik pertama yang mendukung Ahok sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017 meskipun Ahok telah menyatakan maju melalui jalur independen. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Ketua DPP Partai NasDem Irma Suryani Chaniago menegaskan tak ada penarikan dukungan dari partainya terhadap calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Meskipun, Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama oleh Bareskrim Mabes Polri.

Pasalnya, berdasarkan PKPU 12/2016 pasal 74 ayat (1), partai pengusung tidak bisa menarik dukungannya kepada calon tertentu. Dengan ketentuan itu tidak ada celah bagi parpol yang telah mendaftar sebagai pendukung ke KPU untuk menarik dukungan kepada jagoannya.

“Sejak ditetapkan parpol tak boleh tarik dukungan. Itu kata UU,” ujar Irma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/11).

Padahal, saat menghadiri perayaan ulang tahun kelima Nasdem, Jumat (11/11) lalu, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengaku akan mengevaluasi pencalonan Ahok bila berstatus tersangka.

“Mana mungkin kita tarik dukungan. Ketika tersangka, sebagai partai pendukung bukan mengevaluasi dukungan tapi langkah partai ke depan. UU kan enggak boleh,” tegas Irma.

Anggota Komisi IX DPR ini mengatakan, kedepannya Nasdem akan mengikuti langkah tim pemenangan Ahok-Djarot ditengah kondisi seperti sekarang ini. Namun, tanpa menarik dukungannya.

“Orang yang taat hukum harus hormati undang-undang. Dan itu kan ada implikasi hukumnya. Kalau kita evaluasi, itu benar. Tapi evaluasi langkah partai ke depan dengan status Ahok itu,” pungkas Irma.

Selain PKPU 12/2016 pasal 74 ayat (1), dalam ayat (2) pun disebutkan bahwa pasangan calon yang telah terverifikasi dilarang mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai peserta Pilkada. Yang dilarang untuk menjadi peserta Pilkada adalah apabila calon telah ditetapkan sebagai terpidana dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Partai politik juga tidak bisa menarik dukungannya atau mengganti dukungan ke calon lain meskipun jagonya telah ditetapkan sebagai terdakwa dengan ketetapan hukum tetap. Aturan itu diatur dalam PKPU 9/2015 Jo PKPU 12/2016 pasal 75 ayat 1.

Ayat (2) pasal 191 dalam UU Pilkada menyebutkan, jika parpol dan atau gabungan parpol dengan sengaja menarik pasangan calonnya yang sudah ditetapkan KPU maka pimpinan Parpol dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby