Mendikbud Muhadjir
Mendikbud Muhadjir

Jakarta, Aktual.com – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menghadiri Puncak peringatan 100 tahun Sensor Film Indonesia di Gedung Film Jakarta. Di hadapan para anggota Lembaga Sensor Film (LSF), sineas, pimpinan media dan undangan lainnya, Mendikbud menyatakan dukungannya terhadap sensor mandiri oleh masyarakat.

Masyarakat yang baik, kata Mendikbud, adalah masyarakat yang tidak memerlukan banyak aturan karena sudah teratur. Mereka bisa menentukan sendiri mana yang baik dan mana yang buruk.

“Termasuk dalam menilai karya film, jika masyarakat sudah cukup dewasa dan kritis maka tidak perlu lagi banyak aturan tentang sensor, cukup dengan sensor mandiri,” ujar Muhadjir dalam keterangan yang diterima Aktual, Sabtu (19/11).

Jika kondisi ideal itu terwujud, lanjutnya, LSF tidak perlu terlalu susah kerjanya, hanya perlu sebagai regulatory body saja. “Cukup memberi rambu-rambu,” kata Muhadjir.

Namun demikian, tetap saja sensor oleh negara melalui LSF diperlukan. “Sebab ada yang menganggap bahwa karya film walau tidak boleh membatasi kreativitas, tetap saja film itu tidak bebas nilai,” tuturnya.

Oleh karenanya perlu nilai bersama untuk menentukan kelayakan tonton, setidaknya untuk membatasi usia penonton. Di sisi lain, Mendikbud menghimbau LSF dan segenap pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyelenggaran sensor film di Indonesia dapat mewujudkan film tidak hanya sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai sarana menyampaikan pesan pendidikan.

“Atas nama pemerintah saya sampaikan ucapan selamat dan terima kasih kepada para pemangku kepentingan penyelenggara sensor film Indonesia yang telah memberikan andil dalam perkembangan film Indonesia. Mari kita wujudkan film sebagai sarana menyampaikan pesan pendidikan,” ujarnya.

Puncak peringatan tahun ini mengangkat tema “Sensor Mandiri Wujud Kepribadian Bangsa”. Dengan tema tersebut, kata Mendikbud, sangat relevan dengan nuansa pemberdayaan semua pemangku kepentingan perfilman. Dalam perfilman, Mendikbud mengatakan bahwa film berkaitan erat dengan imajinasi, dan ini harus dapat di ekspresikan dalam media yang dapat ditampilkan secara apik.

“Melalui imajinasi ini perlu ditekankan nilai-nilai luhur. Dengan nilai ini imajinasi dapat lebih terarah,” jelas Mendikbud.

Pada perkembangannya banyak tokoh-tokoh bangsa yang pernah menjadi anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia, seperri pada tahun 1946 LSF disebut dengan Komisi Pemeriksa Film. Tokoh tersebut diantaranya adalah Ali Sastroamidjojo, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Soebagio, RM. Soetarto, Anjar Asamara, Djajeng Asmara, dan Rooseno.
“Sekarang LSF berada di sini meneruskan dan mengisi apa yang telah diperjuangkan para tokoh-tokoh-tokoh bangsa itu,” tutur Mendikbud.

Mendikbud menambahkan, tugas LSF tidak hanya sekedar mengisi kemerdekaan, menjalankan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi lebih dari pada itu yakni mengikuti perkembangan teknologi, pengaruh globalisasi dan liberalisasi.

“LSF diharapkan dapat bekerja lebih profesional, transparan, akuntabel, memiliki integritas, dan tidak diskriminatif. Dengan itu, saya yakin LSF dapat benar-benar independen,” harap Mendikbud.

Dalam perjalanan 100 tahun Sensor Film di Indonesia menyiratkan nilai-nilai strategis film dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. sebagai karya seni budaya, film memiliki peran penting dalam meningkatkan ketahanan budaya bangsa, dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga, Film sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, serta wahana promosi Indonesia di dunia Internasional.

Diakhir sambutannya Mendikbud berpesan, Film Indonesia dapat memberikan peran mengedukasi, dan Ia mengajak kepada insan perfilman untuk mendorong pertumbuhan film ditingkat lokal.

“Mari kita dorong pertumbuhan film Indonesia. Wujudkan Film Indonesia menjadi tuan rumah di negara sendiri. Mari kita gairahkan nonton bersama film-film Indonesia, dan mari kita gemari film Indonesia,” ajak Mendikbud.

Pada kesempatan ini, Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia Ahmad Yani Basuki mengatakan, keberadaan LSF sebagai pengemban peraturan perundang-undangan, dan sebagai wujud komitmen kehadiran negara dalam melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film. Selain itu juga, menjalankan tugas sensor film dan menetapkan klasifikasi batas umur bagi penonton film.

Ahmad menjelaskan, tugas LSF yang sedang dijalankan saat ini adalah mengintensifkan kegiatan sosial dan memberdayakan sensor mandiri, mengintensifkan dialog dengan para produser, penulis skenario dan masyarakat perfilman dalam rangka meningkatkan produktivitas film yang berbasis budaya bangsa dengan mengangkat tema bernuansa Indonesia. Selanjutnya LSF juga membangun perwakilan di daerah untuk mempercepat proses sensor, guna memastikan film-film yang berbasis budaya daerah dan bermuatan kearifan lokal dapat disensor oleh LSF daerah, sehingga akan benar-benar terjaga nilai budaya dan kearifan lokal.

“Pada kesempatan ini kami mengajak semua pihak untuk bisa berperan serta dalam program sosialisasi budaya sensor mandiri,” pungkasnya. (adv)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka