Jakarta, Aktual.com – Kekeringan yang melanda Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur telah memaksa warga memanfaatkan air irigasi untuk mencuci dan mandi.
“Saya dan keluarga terpaksa memanfaatkan air irigasi ini untuk cuci dan mandi. Untuk minum kami memanfaatkan sumber air PDAM milik tetangga namun harus mengantre,” kata seorang warga Desa Noelbaki Kabupaten Kupang, Agai Savio (58) di Kupang, Sabtu (19/11).
Warga Indonesia eks Provinsi Timor Timur saat masih terintegrasi dengan NKRI itu mengatakan kondisi itu sudah menjadi langganan saban tahun jika kemarau menimpa daerah itu.
“Sudah tiap tahun jika kemarau menimpa daerah ini, maka irigasi ini menjadi pilihan kami mencuci pakaian dan mandi,” katanya.
Meski airnya terlihat keruh dan berlumut namun dia mengaku bisa membilas seluruh pakaiannya untuk kemudian dipakai setelah kering nantinya. “Kami sudah biasa dengan kondisi ini,” katanya saat sedang membilas sehelai pakaiannya yang dicuci di irigasi tersebut.
Untuk minum dan memasak, warga yang mendiami rumah darurat di kompleks Terminal Bus antarkota di Noelbaki itu mengaku menggunakan sumber air PDAM milik warga lokal yang berada di luar kompleks terminal tersebut.
“Memang harus mengantre tetapi kami diizinkan untuk mengambilnya dan tidak dipungut biaya,” kata ibu yang mengaku memiliki tiga orang anak tersebut.
Sementara itu terpisah kondisi kekurangan air juga dialami warga di Desa Pitai, Kecamatan Sulamu.
Seorang Warga Desa Pitai, Sefriana (45) mengatakan kondisi kesulitan air bersih sudah dialami sejak awal tahun 2016, setelah daerah itu tidak lagi diguyur hujan yang bisa memberikan resapan untuk membantu tetap tersedianya mata air bawah tanah sebagai pasokan air bersih.
Memang kondisi krisis air bersih di wilayah itu, sudah saban tahun dialami ratusan warga yang mendiami wilayah di desa tersebut. Namun demikian, kondisi saat ini jauh lebih parah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Pemenuhan air bersih warga masih sangat bergantung kepada sejumlah sumber air baku yang ada, tanpa ada tambahan jumlah dan kualitasnya dari pemerintah.
Menurut dia, jika seandainya guyuran hujan bisa berlangsung normal di sepanjang tahun, maka warga tidak perlu khawatir dengan sumber air bersih. Karena meskipun tidak banyak, namun dengan kondisi sumber air baku yang ada, bisa memenuhi kebutuhan air bersih dalam rumah tangga masing-masing.
Namun demikian sebaliknya, jika kemarau panjang melanda seperti saat ini, maka krisis air bersih sudah tidak dapat lagi dielakan ditambah lagi dengan sangat terbatasnya sumber air baku yang ada di desa itu.
“Warga hanya bisa bergantung pada sumber air baku di sebuah sumur tua di desa itu, meski dengan debit air yang juga sangat sedikit,” katanya. (ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka