Ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) melakukan demonstrasi memadati jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Jumat (4/11/2016). Ribuan massa ini menuntut penuntasan proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga melakukan penistaan agama menginap di Masjid Istiqlal. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Zaitun Rasmin menegaskan, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI terhadap tersangka penista agama sama sekali tidak ada kaitannya dengan unsur politik.

Kata dia, GNPF hanya menuntut agar tersangka Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dapat diproses secara hukum sebagaimana prosedur yang semestinya. Dalam hal ini MUI tak menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan pencalonan Ahok sebagai calon petahana gubernur DKI.

“Dalam tuntutan kita tidak ada harus dibatalkan pencalonannya atau harus diproses hukum sebelum Pilgub, kami benar-benar murni penuntutan secara hukum,” ujar Zaitun dalam diskusi bertajuk ‘Ahok Effect’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/11).

Menurut dia, memang sulit dihindari bahwa tuntutan tersebut kemudian dikaitkan dengan Pilkada DKI. Apalagi penyataan Ahok yang menyinggung surah Al-Maidah ayat 51 terkait dengan Pilkada DKI.

Zaitun kembali menegaskan, bahwa Ahok lah yang menyeret isu agama dalam kampanye terselubungnya saat melakukan kunjungan kerja bersama jajaran Pemprov DKI di Kepulauan seribu akhir September lalu.

“Memang sulit dihindari karena waktunya (menjelang Pilkada) seperti itu dan kejadiannya di masa itu,” kata dia.

Zaitun justru menyinggung cara berpolitik Ahok bersama tim suksesnya dalam Pilkada. Semestinya, tim sukses Ahok mengantisipasi cara berkomunikasi calon gubernur dari partai Golkar, NasDem, Hanura, dan PDIP itu.

“Seharusnya dari pihak Ahok mengantisipasi Ahok dari awal, memberikan nasehat karena ada potensi seperti itu, ini terlambat. Kita angkat karena sudah dikonsumsi publik, ini potensi yang seharusnya dijaga dengan ketat, sayang sekali muncul,” terang dia.

Yang jelas tambah Zaitun, tanpa adanya Pilgub pun, pernyataan Ahok yang mengutip kitab suci agama lain pasti dipermasalahkan oleh umat agama yang disinggung.

“Andai ini terjadi di luar pilgub, tetap kita kencang, bukan karena muslim, etnis dan tidak ada kaitan dengan calon gubernur. Andai dia (Ahok) muslim pun, pernyataan dia itu adalah tuduhan keji,” tegasnya lagi.

Bahkan, yang membuat umat muslim tersulut adalah ucapan Ahok yang menyebut gerakan ‘Bela Islam II’ 411 lalu, adalah massa bayaran. Itu dikatakan Ahok pasca ditetapkan tersangka, kasus dugaan penistaan agama.

Ini adalah salah satu bukti bahwa Ahok lagi-lagi tak bisa mengendalikan ucapannya. Semestinya, hal tersebut menjadi pelajaran berharga untuk Ahok dalam berkomunikasi ke publik.

“Ini perlu mengkaji benar ini kok nasehat tim sendiri tidak didengar, baru saja ditetapkan sebagai tersangka, ini dilaporkan kembali. ini jadi alasan kenapa masyakarat menuntut Ahok ditahan, karena ditakutkan ini berulang,” demikian Zaiitun.[Fadlan Syam Butho]

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid