Jakarta, Aktual.com-Sebuah kapal penyelamat yang membawa lebih dari 200 migran dan delapan mayat, Minggu (20/11), berlabuh di Sisilia setelah pekan yang mematikan di Mediterania.
Sebagian besar dari 219 pria, wanita dan anak-anak di kapal penyelamat Bourbon Argos berasal dari Afrika Barat, menurut Dokter tanpa Batas yang mengoperasikan kapal. Mereka termasuk 27 orang yang diselamatkan oleh angkatan laut Inggris pada Rabu, dan dipindahkan ke Argos Bourbon, setelah perahu karet mereka kehilangan udara.
Enam jenazah dievakuasi dari air pada Tabu dan 97 orang lain yang berada di perahu itu dikhawatirkan hilang dan tewas. Secara total, diperkirakan 365 migran tenggelam pekan lalu di Mediterania, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Jumat.
Para penyintas dari perahu itu mengatakan penyelundup menarik perahu mereka ke laut selama dua jam dan kemudian di bawah todongan senjata memaksa mereka menyerahkan jaket penyelamat yang telah mereka bayar bersama mesin perahu dan meninggalkan mereka hanyut.
“Pada saat itu saya pikir kami akan mati, saya tahu kami tidak berada dekat dengan Italia dan tanpa mesin kami tidak bisa bergerak jauh. Penyelundup mengatakan kepada kami kami akan diselamatkan, tapi saya merasa kami akan mati,” kata Abdoullae Diallo (18 tahun) dari Senegal dalam bahasa Prancis dalam sebuah wawancara yang dilakukan di atas kapal penyelamat.
British Royal Navy HMS Enterprise, yang berpatroli sebagai bagian dari misi anti-penyelundupan Uni Eropa Sophia, mengevakuasi korban yang bertahan pada apa yang tersisa dari perahu karet itu sekitar 55 mil laut dari Tripoli. Korban tewas di Mediterania-lintas perbatasan yang paling berbahaya di planet ini untuk migran-diperkirakan berjumlah 4.636 orang tahun ini, 1.000 lebih banyak daripada jumlah total pada tahun 2015, kata IOM, Jumat.
Lebih dari 168 ribu migran telah mencapai Italia dengan perahu tahun ini, lebih dari jumlah total 154 ribu untuk sepanjang 2015 dan dengan cepat mendekati rekor 2014 yaitu 170 ribu. Italia telah menanggung beban pendatang baru sejak pelaksanaan kesepakatan antara Uni Eropa dan Turki pada Maret untuk mengekang arus migran berlayar menuju Yunani.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara