Kika; Mantan Kepala BNN Komjen (Purn) Goris Mere, Mantan KASAU Marsekal (Purn) Chappy Hakim, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Mantan Kepala BIN Hendropriyono saat mengahadiri peluncuran buku mantan KASAU yang berjudul " Tanah Air Udaraku Indonesia" di Jakarta, Rabu (29/7/2015).

Jakarta, Aktual.com – Kehadiran Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (Pur) Chappy Hakim di pucuk pimpinan sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia telah menjadi sorotan bagi pegiat sektor pertambangan Indonesia.

Begitupun bagi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia turut angkat bicara. Selaku koordinator PWYP, Maryati Abdullah mengingatkan jangan sampai latar belakang sebagai militer dimanfaatkan utuk melakukan intervensi kepada pemerintah.

“Memang kebebasan korporasi untuk menunjuk Persiden Direktur, tapi kalau kita lihat kebiasaan Freeport Indonesia, selalu melirik sosok TNI. Kita minta Freeport bekerja secara profesional. Jangan kemudian latar belakang TNI digunakan untuk melakukan intervensi sana-sini,” ujarnya di Jakarta, Senin (21/11).

Kemudian dia juga mengingatkan pemerintah bahwa tidak ada lagi yang namanya perpanjangan kontrak Freeport pasca tahun 2021, hal ini sesuai dengan ketentuan UU Minerba No 4 tahun 2009.

Dalam perundangan itu, tidak lagi mengatur jenis kontrak pertbangan berupa Kontrak Karya (KK) seperti yang dimiliki oleh Freeport, namun rezim pertambangan sudah beralih ke Izin Usaha Pertambangan khusus (IUPK). Sehingga, siapapun yang berminat untuk melanjutkan eksploitasi di Indonesia Timur Tersebut, harus melalui lelang ulang.

“Terkait kontrak, kita tegaskan 2019 tidak ada negosiasi perpanjangna kontrak untuk Freeport, karena rezim sudah berubah. Jadi nanti di lelang ulang. Itu menurut UU Minerba sekarang,” pungkasnya.

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka