Ahmad Doli Kurnia. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Politisi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai keputusan DPP Partai Golkar yang akan mengganti Ade Komaruddin dengan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI kembali menunjukkan bahwa kepemimpinan Golkar saat ini sangat lah picik. Sebab, kata dia, langkah-langkah politik yang diambil lebih berorientasi pribadi, kelompok, dan konspiratif.

“Keputusannya selalu kontroversial, mengedepankan kepentingan jangka pendek, serta menimbulkan spekulasi adanya pengaruh kekuatan dan kepentingan di luar partai bahkan di luar kepentingan negara,” ujar Doli di Jakarta, Selasa (22/11).

Misalnya, dengan tiba-tiba memberikan dukungan terhadap Ahok. Kemudian menetapkan Jokowi sebagai Capres 2019. Terakhir kembali “ngotot” mendudukkan kembali Setya Novanto sebagai Ketua DPR. Ini, kata Doli, menunjukkan Golkar tidak lagi berada pada posisi sebagai kekuatan politik yang punya visi besar di dalam membangun negara.

“Narasi besar Golkar di dalam mewujudkan cita-cita bangsa telah dikalahkan dengan diskusi-diskusi kecil rebutan ‘kursi dan proyek’. Latar belakang itulah yang melahirkan keputusan-keputusan seperti di Rapat Pleno kemarin tentang pergantian Akom ke SN,” sebut dia.

Selain itu, lanjut Doli, alasan yang dibuat pun jadi mengada-ada. Pertama, perlu diingat bahwa Setya Novanto bukan diberhentikan tetapi mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. Kedua, apa kesalahan Akom sehingga harus diganti.

“Ketiga, Saya dapat info bahwa pergantian ini juga atas petunjuk Jokowi. Kalau memang info itu benar, artinya Golkar sudah menjadi alat kepentingan Jokowi yang terakhir ini tidak bisa dilepaskan dengan isu Ahok dan kekuatan dibelakangnya,” cetus mantan Sekjen HMI ini.

Doli curiga, upaya mendudukkan Novanto kembali menjadi pimpinan DPR adalah dalam rangka konsolidasi “mengamankan” Jokowi yang melindungi Ahok. Bila itu yang terjadi, kata dia, sulit dibantah bahwa memang konspirasi “Papa Minta Saham” itu memang benar adanya.

Keempat, di dalam mekanisme internal, pergantian, penempatan, dan penetapan kader pada posisi lembaga tinggi negara harus dikonsultasikan ke Dewan Pembina.

“Pertanyaannya apakah Dewan Pembina Golkar saat ini adalah Jokowi, bukan Aburizal Bakrie lagi? Saya kira Dewan Pembina san Dewan Kehormatan harus sudah mengambil sikap soal ini,” sindir Doli.

Kelima, pergantian pimpinan DPR tidak juga dengan serta merta mudah dilakukan. Benar memang ada kewenangan partai asal dari yang bersangkutan. Namun posisi pimpinan DPR itu juga diatur Undang-Undang.

“Pengalaman Fahri Hamzah harusnya menjadi pertimbangan untuk melanjutkan proses pergantian Akom ke SN itu,” pungkas Doli.

Ia pun menilai, keputusan DPP Partai Golkar ini justru akan menimbulkan kegaduhan baru, baik di internal Golkar maupun di DPR.

“Dan itu akan memperburuk citra Golkar, mengganggu kinerja DPR, dan bisa menghambat kerja pembangunan. Rakyat akan menilai bahwa elitenya sibuk rebutan kue, sementara rakyatnya kelaparan,” tandasnya.[Nailin In Saroh]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid