hendri saparini
hendri saparini

Jakarta, Aktual.com – Core Indonesia mengingatkan pemerintah, selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu tergantung kepada daya beli masyarakat atau konsumsi domestik yang tinggi.

Namun sayangnya, di tengah ketidakpastian di 2017 nanti yang masih akan tinggi, pemerintah akan melakukan pengurangan subsidi untuk listrik rumah tangga (RT) kapasitas 450 volt ampere (VA) dan untuk RT bobot 900 VA. Sehingga sudah pasti akan ada kenaikan harga listrik.

Menurut Direktur CORE Indonesia, Hendri Saparini, selama ini reformasi fiskal diklaim positif dalan memperluas peluang ekspansi APBN dengan pengurangan alokasi subsidi dan peningkatan alokasi belanja infrastruktur.

“Padahal ada beberapa hal penting terkait reformasi subsidi ini. Karena biasanya fungsi subsidi itu adalah untuk menjaga daya beli,” jelas Hendri.

Namun demikian, kata dia, pencabutan subsidi listrik untuk kalangan RT ini tentu akan berdampak terhadap merosotnya daya beli. Pasalnya, penerima subsidi kelompok RT 900 VA dipangkas dari 22,9 juta RT menjadi hanya 4,05 juta.

“Tapi perlu dipastikan, agar daya beli RT dan daya saing RT bisnis selama ini bergantung pada listrik bersubsidi tidak berkurang,” jelasnya.

Untuk itu, kata dia, pengurangan subsidi ini harus dilakukan dengan cermat. “China dan Malaysia saja setengah mati untuk menggenjot daya belinya. Saat ini, kita daya belinya sudah tinggi dan menjadi motor pertumbuhan makanya harus dijaga drngan baik,” katanya.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu karena dipicu kobsumsi RT yang masih tinggi. Tahun depan, CORE memprediksi pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,2% dan itu hanya akan disokong oleh dua hal, konsumsi rumah tangga dan laju investasi.

Hendri kembali menegaskan, baginya jangankan pengurangan subsidi untuk rumah tangga yang tak tepat, kenaikan harga listrik industri saja dianggap perlu hati-hati.

Pasalnya, kata dia, subsidi listrik untuk industri bisa dianggap penting karena bisa menggenjot daya saing. Selama ini, Indonesia masih sangat kurang dalam menyiapkan subsidi untuk mendorong daya saing.

“Untuk energi misalnya, di Indonesia tarif listrik dan bahan bakar untuk industri justru diberikan tarif non subsidi,” tandas Hendri.

Pasalnya, di banyak negara memberlakukan sebaliknya. Misal subsidi paska panen yang sangat umum diberlakukan negara-negara Eropa. “Bahkan Trump (Donald Trump- Presiden AS terpilih) saja, rencannaya akan memberikan subsidi pajak dengan memangkas pajak perusahaan,” pungkas Hendri.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan