Jakarta, Aktual.com – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan, larangan aksi pada 2 Desember dapat dilakukan dengan Undang-undang, bukan maklumat pimpinan Polri dalam hal ini Kapolda Metro Jaya.
“Dalam hal ini, kita seharusnya mengacu pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum yang sudah mengatur pembatasan demonstrasi,” kata Ghiffari dihubungi di Jakarta, Rabu (23/11).
Ghiffari mengatakan penyampaian pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal itu diatur pada Pasal 28 Ayat (3) Undang-undang dasar 1945, Pasal 25 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikadi melalui UU Nomor 12 Tahun 2015.
Menurut Ghiffari, kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan elemen penting dalam demokrasi. Ancaman terhadap demonstrasi 2 Desember 2016 juga merupakan ancaman terhadap kelompok masyarakat sipil lain yang ingin menyuarakan ketidakadilan.
“Misalnya, petani yang dirampas lahannya, kelompok miskin kota yang digusur rumahnya, buruh yang dilanggar haknya atas upah yang layak, nelayan yang jadi korban reklamasi dan kelompok marjinal lain yang dilanggar hak-haknya.”
Karena itu, LBH Jakarta menilai Kepala Polda Metro Jaya Irjen Polisi Mochamad Iriawan berusaha mengambil jalan pintas dengan mengeluarkan maklumat bernada ancaman terhadap peserta aksi 2 Desember 2016.
Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian telah mengeluarkan pernyataan melarang aksi lanjutan pada 2 Desember 2016. Kepala Polda Metro Jaya Irjen Polisi Mochamad Iriawan juga telah mengeluarkan maklumat Mak/04/XI/2016 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu