Cagub Petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat tiba di Gedung Utama Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan pertamanya menjadi tersangka, Jakarta, Selasa (22/11/2016). Ahok diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Polda Metro Jaya resmi menetapkan Buni Yani sebagai tersangka yang melakukan penghasutan melalui elektronik terkait video dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Namun, penetapan tersebut berujung polemik. Sebab, Ahok yang lebih dulu berstatus tersangka, tidak langsung ditahan seperti hal nya Buni Yani. Padahal, ancaman hukumannya hampir sama.

Wakil Ketua Komisi III Mulfachri Harahap menghimbau agar polisi dalam melaksanakan kewenangannya sebagai penegak hukum tidak bersikap diskriminatif. Penegak hukum, kata dia, mesti mengedepankan asas keadilan dan equal.

“Jadi kalau terhadap Buni Yani diberlakukan ketentuan peraturan yang sedemikian ketat, yang lain juga harus diberlakukan peraturan yang ketat. Kalau Buni Yani ditahan maka yang lain (Ahok) juga harus ditahan,” ujar Mulfachri di Jakarta, Kamis (24/11).

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, polisi mesti menjelaskan ke publik mana bagian yang dapat dikualifikasikan sebagai tindakan penghasut sebagaimana tudingan penyidik Polda Metro Jaya.

“Apakah membrodcast sebuah informasi yang didalamnya mengandung kebenaran didalamnya ada kejahatan, itu harus dibuktikan oleh kepolisian,” katanya.

Jika benar masuk kualifikasi kejahatan, sambung Mulfachri, maka akan banyak orang yang diposisikan seperti Buni Yani. Sebab, perkembangan media sosial sedemikian pesat sehingga banyak orang dengan mudah membagi informasi yang dianggap menarik untuk diketahui publik.

“Saya kira ini yang saya bilang polisi harus membuktikan proses itu berlangsung secara profesialan, proses itu adalah penegakan hukum tidak ada mutan lain,” pungkas Mulfachri.

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby