Jenderal Pol Tito Karnavian menuding Aksi Bela Islam III pada 2 Desember mendatang telah direncanakan untuk melakukan makar dengan mengusai Gedung MPR RI. (ilustrasi/aktual.com - foto/antara)
Jenderal Pol Tito Karnavian menuding Aksi Bela Islam III pada 2 Desember mendatang telah direncanakan untuk melakukan makar dengan mengusai Gedung MPR RI. (ilustrasi/aktual.com - foto/antara)

Jakarta, Aktual.com – Pengamat intelijen dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib menilai Kepolisian Republik Indonesia (Polri) perlu mengumumkan kepada publik kelompok-kelompok pendukung terjadinya makar terhadap presiden guna menghilangkan kegaduhan.

“Saya kira kalau Kapolri menyebut nama-nama atau akun-akun media sosial provokator di dunia maya, itu akan menentramkan masyarakat,” ujar Ridlwan melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (25/11).

Ridlwan mengatakan pernyataan Kapolri soal indikasi makar pada aksi 2 Desember nanti mendapat beragam respon publik. Di media sosial, isu makar kian gaduh hingga mengarah kepada isu pencopotan Kapolri.

“Isu makin liar, bahkan sudah ada wacana dari DPR soal pergantian Kapolri. Ini meresahkan publik, ” ujar Ridlwan.

Dia menilai pernyataan Kapolri soal indikasi kelompok penunggang aksi disalahpahami secara salah oleh sebagian kelompok masyarakat. Seolah-olah Polri melarang terjadinya unjuk rasa.

“Padahal yang dilarang itu jika mengganggu ketertiban umum karena menutup jalan protokol,” kata Ridlwan.

Karena itu, ujar Ridlwan, Polri perlu mengumumkan kelompok pendukung makar yang disebut akan menunggangi aksi 2 Desember. ” Ridlwan meyakini sebagian besar ulama juga berada di belakang Kapolri Tito Karnavian.

“Yang terjadi sekarang adalah upaya adu domba antara Polri dan sebagian kelompok umat Islam oleh akun-akun media sosial yang anonim. Polri harus umumkan akun-akun medsos provokator itu,” ujar dia.

Terkait rencana aksi 2 Desember, Ridlwan yang juga koordinator eksekutif Indonesia Intelligence Institute itu khawatir, apabila pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia memaksakan diri untuk sholat Jumat di jalan, maka akan memicu protes dari publik.

“Saya kira perlu kebijaksanaan dari masing-masing pihak, demonstrasi kan bisa di Monas atau Lapangan Banteng, tidak harus di jalan protokol yang digunakan untuk aktivitas masyarakat,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid