Bogor, Aktual.com – Struktur keuangan negara Indonesia dalam APBN masih sangat bergantung dari penerimaan sektor pajak, namun pemerintah sedang berupaya menggenjot dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Walaupun harga minyak dunia sedang tidak bergairah, tetapi asumsi penerimaan pada tahun depan menggambarkan sumbangsih sektor migas masih mendominasi.
Padahal sesungguhnya diakui oleh Dirjen Anggaran dan Pendapat Kementerian Keuangan, Askolani bahwa di sektor Perikanan terdapat potensi yang cukup lumayan besar, yakni melampaui angka Rp60 triliun. Tapi fakta dari pendapat beberapa tahun belakang ini, Kementerian yang dinahkodai oleh Susi Pudjiastuti hanya membukukan angka maksimal Rp500 miliar.
“Potensi ikan itu bisa diatas Rp60 triliun dalam setahun, dengan potensi yang sebesar itu, penerimaannya masih belum optimal. Masih di bawah kisaran Rp500 miliar dalam beberapa tahun belakangan ini,” ujar Askolani, Minggu (27/11).
Lantas kenapa hal itu bisa terjadi? Dijelaskan oleh Askolani bahwa sesungguhnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru hanya memetik PNBP sebatas dari izi kapal, berbeda dari migas dan minerba, mereka menarik penerimaan dari izin usaha yang dalam hal ini izin wilayah atau lahan yang digarap, kemudian mereka juga mengenakan nilai pada setiap komoditi yang dihasilkan.
Metode ini belum dilakukan oleh KKP. Sehingga pada setiap ikan yang ditangkap tidah memberikan kontribusi bagi PNBP. Walau demikian, kedepannya KKP akan memberlakukan hal ini, adapun mengenai teknis pelaksanaannya sedang dalam pembahasan.
“Beda kalau sektor hutan. pertama dari lahan, kedua dari komoditi yaitu dari tebangan atau dari barang galiannya. Nah, perikanan ini belum ada penerimaan dari komoditinya. Tapi teman-teman KKP sudah melakukan kajian. Kedepan, dari ikan yang diambil, akan dikenakan PNBP juga. Sebab ikan itu ada satu ekornya bernilai satu jutaan,” tandasnya.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta