Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara menyampaikan sambutan dalam lelang untuk penggalangan dana bagi YCM dalam kesempatan Gala Dinner di Jakarta Kamis (18/11) malam. AKTUAL/Eko S Hilman

Jakarta, Aktual.com – Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara mengklaim revisi PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit telah didukung oleh Kementerian Koordinator Perekonomian.

Apalagi memang revisi kedua PP itu diklaimnya sudah ada unsur keadilan, sehingga operator BUMN yang selama ini mempunyai jaringan banyak tidak akan dirugikan.

“Karena kalau sharing itu bisa dilakukan secara B to B (business to business) ya. Makanya kami perhatikan kok unsur fairness (keadilannya). Dengan begitu pada akhirnya wasitnya adalah pasar,” kata Rudiantara di acara Konektivitas Telekomunikasi Indonesia di Era Ekonomi Digital, di Jakarta, Selaa (29/11).

Dalam konteks B to B itu diatur adanya biaya investasi dari operator yang selama ini sudah banyak membangun infrastruktur jaringan ity. Yaitu PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan anak usahanya itu Telkomsel.

“Jadi investasi yang sudah dilakukan oleh Telkom dihitung. Sehingga mereka tidak dirugikan. Makanya ada skema B to B. Dihutung oleh penilai independen,” ungkap dia.

Meski begitu, pihaknya tentu tak bisa mengawasi lebih jauh dari skema B to B itu. Dirinya terus menyerahkan ke mekanisme pasar.

“Kita sudah koordinasi dengan Kemko Perekonomian. Karena Pak Menko sendiri mewajibkan netowrk sharing ini. Namun harus dilihat faktor investasi tadi. Sehingga operator yang sudah banyak infrastrukturnya tak dirugikann,” jelas Rudiantara.

Dia kembali memastikan, bahwa operator yang sudah eksis di suatu wilayah tidak akan dirugikan oleh praktik network sharing ini. Menurutnya, nilai investasi yang sudah ditanamkan oleh satu operator akan diperhitungkan dalam skema network sharing itu.

“Tentu ada klausul (di PP revisi) yang mengatur soal itu, dan itu sesuai dengan asas fairness,” janjinya.

Saat ini, infrastruktur BTS di Kawasan Timur Indonesia (KTI), terutama Maluku dan Papua, sebanyak 98 persen dimiliki oleh Telkomsel. Dengan kondisi tersebut, Telkomsel jelas sangat tidak diuntungkan ketika ada kebijakan pemerataan akses layanan melalui kewajiban sharing.

Makanya, banyak pihak yang meminta, pemerintah mendorong juga operator swasta dan perusahaan infrastruktur terkait untuk ekspansi di daerah rural area itu.

Hingga kini, jumlah BTS yang dimiliki Telkomsel hingga 2015 sudah mencapai 103 ribu dari 37 ribu di 2010. Pihak XL-Axiata cuma mempunyai 59 ribu (dari 21 ribu) dan Indosat Ooredo hanya 51 ribu (dari 18 ribu).

Sedang untuk persentase operator yang digunakan di rural area, Telkom dan Telkomsel tentu yang paling banyak dengan porsi 57%, sementara Indosat sebanyak 22%, XL-Axiata hanya 18%, dan sisanya operator lain.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid