Lombok, Aktual.Com – Iklim bisnis pariwisata Lombok semakin bergairah. Suasana antusias itu terasa kuat saat mengikuti sosialisasi Go Digital Be The Best yang dilangsungkan di Mataram, Lombok, Kamis, 1 Desember 2016. Respons itu bisa dilihat saat sesi tanya jawab dengan Claudia Ingkiriwang, Ketua Probis Indonesia Travel Xchange (ITX) saat memberikan paparan digital marketplace yang diendors Kementerian Pariwisata RI itu.
“Sangat antusias! Bahkan sampai perpanjangan waktu, yang seharusnya disudahi pun, audience masih saja melepas banyak pertanyaan-pertanyaan teknis. Ini berarti mereka sudah siap go digital,” ujar Claudia, yang tampil di sesi ketiga setelah Samsriyono Nugroho, Stafsus Menpar Bidang IT dan Muh Noer Sadono, Stafsus Menpar bidang Media Komunikasi itu. Hampir semua industri yang hadir di acara itu langsung registrasi ke ITX.
Sebuah digital sales platform yang mempertemukan demand dengan supplay. ITX itu mirip seperti mall atau plasa, yang di dalamnya banyak tenant-tenant atau penyewa yang terdiri dari supplier dan distributor. Yang masuk kategori supplier adalah –hotel, restoran, café, theme park, atraksi, souvenir, airlines, rent car, dan penyedia jasa langsung yang bisa dipesan oleh buyer. Juga distributor, seperti Tour Agency dan Tour Operator (TA-TO) yang membuat paket-paket wisata.
Lalu apa bedanya ITX dengan OTA, Online Travel Agent yang lain? Seperti traveloka.com, expedia.co.id, booking.com, agoda.com, nusatrip.com, ctrip.com, travelonline.com dan lainnya? Pertanyaan Didi, D’Praya Hotel itu, mungkin juga mengendap di benak public. Atau setidaknya, yang berada di ruangan itu. “Tidak. ITX itu bukan OTA. ITX lebih dari sekedar booking system. ITX itu adalah infrastruktur digital yang dibangun untuk menghubungkan bisnis antara supplier, distributor dan pasar,” kata Claudia.
ITX itu bukan B to C, atau business to community. ITX adalah platform yang mengkoneksi B to B, busniness to business. “Kami pertemukan supplier yang ada di Indonesia dengan distributor lokal dan internasional. Jika perusahaan bapak ikut di sini, maka berkemungkinan untuk dijual oleh musafir.com, agoda.com, expedia, dan semua distributor besar lainnya. Soal pembayaran pun, tidak melewati ITX. Tidak ada dana mengendap di ITX. Aliran dananya, dari custumers langsung ke supplier maupun distributor. ITX hanya memungut success fee sebesar 2,5% saja,” ujar Claudia.
Bahkan, ITX itu malah menggratiskan template website yang sudah standar bagus untuk e-commerce. Hari kedua, 2 Desember 2016, para pelaku industri pariwisata yang belum punya website, disiapkan, di-asistensi, diajari teknisnya sampai betul-betul bisa. Lalu, booking system dan payment engine, semuanya digratiskan. “Dan ketika 3 fasilitas itu sudah bisa mereka operasikan, maka mereka sudah menjadi OTA! Online Travel dan sudah siap memasuki era digital,” kata dia.
Tidak murah, untuk membangun infrastruktur sendiri, tiga hal di atas. Bisa lebih dari 300-400 juta untuk siap go digital. Bagaimana kalau tidak ada transaksi berbulan-bulan? TIdak menemukan pasar? Apakah akan dikeluarkan dari ITX? Claudia menjelaskan, ITX akan mengirimkan yield team, untuk melakukan cek dan konsulutasi telbih dulu. Hal itu disampaikan perwakilan Puri Indah Hotel.
Beda lagi dengan Priyono, dari Lombok Explorer. Dia was-was, jangan-jangan fasilitas yang diberikan ini hanya gratis selama setahun. Selebihnya harus membayar lagi, entah itu namanya abonement, biaya sewa server, biaya maintenance, biaya aktivasi, dan sebangsanya. “Tahun kedua, dan berikutnya biaya hosting sesuai dengan besarnya space yang diinginkan yang dibayarkan langsung ke developer, juga bukan ke ITX,” kata Claudia.
Bagaimana dengan tour and travel yang punya segala macam paket? Jadi harusnya sebagai apa? Distributor apa supplier? “Bisa jadi keduanya, tergantung kebutuhan dan jalur bisnisnya. ITX akan menampung semua kebutuhan yg ada,” kata dia. Ada juga yang bertanya, bagaimana jika sudah punya website? Jawabannya pun cepat, website itu tinggal diintegrasikan dengan booking system dan payment system.
Masih ada banyak pertanyaan-pertanyaan teknis yang semuanya memberikan pencerahan bagi para industri pariwisata. “Kami sudah sepakat untuk gabung ITX. INi program yang sangat bagus. Kami semakin yakin, karena Go Digital ini memang didorong oleh Kemenpar RI.
Kadisbudpar Prov NTB Lalu M Faozal menyampaikan sambutan pembukaan di awal pertemuan. Menurutnya, tahun 2017 dia semakin yakin dengan target wisatawan yang mendarat ke Lombok sampai 4 juta orang (wisnus-wisman). “ITX ini mudah-mudahan bisa membantu untuk mendapatkan inbound sebanyak-banyaknya,” kata Faozal.
Suasana semangat dan antusias itu juga ditegaskan oleh H Lalu Abdul Hadi Faisal, Ketua PHRI NTB dan Ketua ASITA NTB Dewantoro Umbu yang mengikuti acara hari pertama sampai usai. “Kami meyakini, digitalisasi industri pariwisata ini akan membawa pariwisata di NTB semakin melompat lebih jauh. Sejak Pak Menpar Arief Yahya ke Hotel D’Praya Lombok dulu, sudah mulai banyak perubahan. Suasana di industri sangat terasa. Jumlah wisman juga naik, terutama dari Malaysia,” kata Lalu Abdul Hadi Faisal yang mengenakan baju putih berlogo Wonderful Indonesia dan PHRI itu.
“Kami sangat menyadari, bahwa online travel dan menggunakan digital itu tidak bisa dihindari. Kami ini termasuk generasi tua yang awam dengan teknologi. Tetapi kami dukung terus, kami juga harus berubah, karena pasarnya terus berubah menuju digital. Kalau tidak, kamipun akan ketinggalan dengan perkembangan,” ujar Ketua ASITA NTB Dewantoro Umbu.
Program Go Digital adalah salah satu andalan Menpar Arief Yahya untuk menuju target 20 juta wisman di tahun 2019. Target yang dibebankan Presiden Joko Widodo itu bukan angka yang kecil, jika berangkat dari 9,3 juta di 2014. “Hasil yang luar biasa, hanya bisa dicapai dengan cara yang tidak biasa! Hanya dengan cara digital kita bisa melompat lebih dari 100 persen itu,” ungkap Arief Yahya.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs