Jakarta, Aktual.com – Harga gas bumi di Indonesia yang lebih mahal dibandingkan Malaysia karena selama ini tidak ada anggaran signifikan dari pemerintah untuk membangun infrastruktur migas, kata mantan Direktur Utama PT Pertamina, Ari Soemarno.

Apalagi Pertamina sebagai badan usaha milik negara diwajibkan menyetor semua pendapatannya kepada negara sehingga Pertamina tidak bisa mengembangkan usahanya, kata Ari Soemarno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (4/12).

“Dulu Pertamina boleh nahan 40 persen pendapatan dari migas untuk mengembangkan dirinya. Tetapi setelah krisis Pertamina tahun 1976, 100 persen ditarik (pemerintah). Pertamina nggak ada apa-apa lagi,” kata Ari.

Ironisnya setelah uang itu ditarik pemerintah, justru tidak ada pengucuran anggaran yang signifikan untuk pembangunan infrastruktur migas, yang pada waktu itu dibutuhkan.

“Dan inilah menurutnya, yang membuat harga gas untuk industri mahal sehingga Indonesia kalah bersaing dengan negara tetangga seperti Malaysia,” katanya.

Dia mengungkapkan, di Malaysia infrastruktur migas dibangun oleh Petronas karena pendapatan migas semuanya masuk Petronas. Petronas cuma perlu bayar dividen dan pajak korporasi kepada negara.

“Tapi Petronas disuruh bangun infrastruktur dan ini dilakukan Petronas. Makanya, biaya distribusi gas di Malaysia sangat murah,” kata Ari.

Menurut dia, Indonesia perlu mencontoh hubungan Pemerintah Malaysia dan Petronas yang tidak melakukan perhitungan-perhitungan secara komersial. Faktor komersialitas inilah yang menjadi kendala Indonesia kalah bersaing dengan negara lain, seperti harga gas.

“Makanya perlu perubahan pola pikir, butuh perubahan ‘mindset’. Saya sampaikan juga terkait harga gas itu harus perubahan ‘mindset’. Sekarang pendapatan migas itu harus untuk perkembangan negara, perkembangan industri migas sendiri. Bukan untuk APBN,” ujar dia.(ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara