Jakarta, Aktual.com – Penegak hukum mulai menyasar orang per orang yang diduga melanggar UU ITE melalui perang opini di media sosial pasca aksi damai 411 dan 212. Baik yang pro maupun kontra.
Namun, langkah tersebut dikritisi oleh DPR RI. DPR menilai hal itu malah akan menimbulkan masalah baru.
“Jika pemerintah serampangan menerapkan sanksi pidana pada UU ITE, percayalah ini hanya akan menimbulkan masalah baru. Kita akan capek sendiri,” ujar anggota Komisi I DPR RI Mahfudz Sidik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/12).
Menurutnya, aparat penegak hukum harus lebih dulu melihat dan mempertimbangkan konteks persoalan yang terjadi. Sebelum, menangkap seseorang yang asal berpendapat di media daring.
“Kalau enggak ada kasus Ahok, enggak akan ada perang opini dan informasi di media sosial. Jangankan netizen, media massa yg terikat dgn UU Pers saja juga banyak melakukan pelanggaran prinsip-prinsip jurnalistik,” ungkap dia.
Ia menuturkan, pelanggaran terhadap hukum, aturan, dan etika memang tak bisa dihindari dalam konteks kasus Ahok. Namun, bila semua bentuk pelanggaran mau diproses hukum, kata Mahfudz, bisa dipastikan negeri ini akan ramai kembali.
Nantinya, sambung dia, akan ada pihak yang laporkan Kapolri karena melakukan kebohongan publik karena pernyataan bahwa pihak kepolisian membolehkan massa aksi, tapi ternyata banyak oknum aparat yang masih menghalangi massa aksi berangkat.
Kemudian, akan ada juga pihak yang melaporkan panitia 412 karena melanggar penggunaan car free day (CFD) untuk kegiatan dengan atribut parpol. Lalu, ada pihak yang adukan sesama netizen karena pelecehan dan pencemaran nama baik.
“Coba buka lagi socmed, semua pihak kena sasaran perang opini dan informasi. Mulai dari Presiden, Kapolri, Ahok dan juga Habib Rizieq, Bachtiar Nashir, dan lain-lain. Apa semua pihak akan saling melapor ke penegak hukum?,” cetus Mahfuz.
Lebih lanjut, Politisi PKS ini menilai, pemerintah juga harus melihat dan menyikapi “perang opini dan informasi” di media sosial sebagai potret realitas sosial masyarakat Indonesia. Apalagi, presiden sendiri sangat mendorong percepatan pembangunan infrastruktur TIK khususnya internet di Indonesia. Pengguna internet pun melonjak hingga 80 jutaan.
“Bahkan Jokowi lah yang memelopori kampanye via socmed pada saat pilgub DKI dan pilpres. Perang opini dan informasi saat itu sangat dahsyat,” Tegas Mahfudz.
Karena itu, Mahfudz meminta pemerintah untuk mulai mengintensifkan pendidikan ke masyarakat luas tentang penggunaan internet yg benar dan baik. Meski UU ITE mengatur tentang bentuk pelanggaran dan sanksi pidananya, tapi belum saatnya menerapkan hal itu dalam konteks imbas kasus Ahok ini.
“Kalau UU ITE terkait dengan pelanggaran dan sanksi pidana mau diterapkan dengan gebyah-uyah (menyamaratakan), maka akan ada ribuan netizen yang akan masuk penjara. Baik dari kalangan yang pro maupun kontra. Lalu ribuan orang lain akan saling melaporkan satu sama lain,” pungkas Mahfudz.[Nailin In Saroh]
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid