Jakarta, Aktual.com – Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah menyebut bahwa maraknya penggunaan media sosial dapat diartikan sebagai kanal antikemapanan.
Sebab menurut dia, masyarakat mempertanyakan apa kemapanan yang sudah ada melalui wadah internet tersebut.
“Medsos adalah kanal antikemapanan. Masyarakat pertanyakan kemapanan yang sudah ada dan cari ekulibrim baru,” ujar Firmanzah dalam diskusi ‘Politik dan Media Sosial’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/12).
“Bergerak ke medsos jadi salah satu jalan asprasi untuk konsolidasikan diri. Dan itu semua terjadi di luar otoritas organsiasi formil,” sambung dia.
Kata Firmanzah, sejumlah negara sebagai contoh medsos adalah kanal antikemapanan. Di Inggris dan Jerman misalnya. Lalu Perancis, yang mana tahun depan akan mengadakan Pemilihan Presiden (Pilpres). Di mana fenomena antikemapanan bertemu dengan demokrasi era digital.
“Memang dengan e-democracy, konteksnya sangat ekstrim, mereka mempertanyakan keabsahan institusi legal yang tradisonal menjadi fenomena medsos. Yang saya lihat sekarang di dunia, kelompok antikemapanan bergerak,” ujar dia.
“Kita dikagetkan Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa. Kemduian Duterte terpilih jadi Presiden Filipina. Donald Trump terpilih di AS.”
“Di Indonesia, aksi 4 November dan 2 Desember, ada tekanan dari lembaga formil, baik kepolisian bahkan ormas besar keagamaan anjurkan tidak hadir dan Presiden sudah kemana-kemana, tapi tidak mampu bendung asporasi grassroot. Ini terjadi sama dengna Brexit dan fenomena donald Trump terpilih,” beber Firmanzah.
Lebih jauh dia menerangkan, maka ketika orang-orang yang sebelumnya konsolidasi di sosmed itu bertemu, terjadilah overload informasi yang sangat liar beredar.
Akibatnya, masyarakat menjadi tidak mampu membedakan mana fakta, fitnah, mana caci makian. “Kita mau meninggalkan atau hidup di dalamnya (sosmed), maka proses seperti civilized (berada) yang harus kita bangun,” ujar Firmanzah.
Laporan: Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby