Seorang aktivis ASA Indonesia menunjukan poster yang bertuliskan " Stop Kekerasan Terhadap Anak", di acara Car Free Day (CFD ), Jakarta, Minggu (26/7/2015). Tingkat kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di Indoneis masih cukup tinggi dan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak Indonesia.

Jakarta, AKtual.com – Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menyatakan kekerasan yang terjadi selama tiga tahun ini terus meningkat, seiring bertambahnya jumlah penduduk setempat.

“Ini dikarenakan pertumbuhan penduduk yang tiap tahun mengalami kenaikan hingga 25 persen,” kata Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Bekasi, Encep S Jaya di Kabupaten Bekasi, Minggu (11/12).

Peningkatan ini terjadi juga karena adanya pendatang untuk mencari kerja maupun mengadu nasib. Dan menikan usia muda menjadi gaya hidup ikut mempengaruhi angka penambahan penduduk. Kekerasan menimpa kaum perempuan ini banyak terjadi pada kisaran usia 17-35 tahun. Dan juga umur lima hingga 10 tahun.

Tentu cukup memprihatinkan, karena kasusnya bervariasi kerap menimpa kaum perempuan ini. Kasus itu di antaranya pelecehan seksual yang banyak dialami anak kecil. Dan pemerkosaan dialami remaja perempuan.

Menurut dia peningkatan jumlah penduduk terkait urbanisasi dari berbagai daerah di Indonesia (pendatang), ikut mempengaruhi pola pikirnya, mungkin bisa melakukan sesuatu dengan memandang aturan yang ada.

Tak kalah pentingnya, pasangan suami isteri masih kurang pengetahuannya terkait arti kekerasan yang sering terjadi pada anaknya.

Mereka kerap tidak menyadari perlakuanya telah melukai korban, terlebih tindak kekerasaan itu lebih sering menyerang mental dari pada fisik.

“Bukan cuma wanita tapi anak di bawah umur yang jadi korban,” kata Encep.

Indikasi itu diperkuat data pada Dinas Sosial Kabupaten Bekasi menyebutkan tahun 2014 terdapat 37 kasus kekerasan, sedang tahun 2015 naik mencapai 44 kasus pelecehan.

“Kekerasan dalam rumah tangga juga dominan pelecehan seksual, bahkan ada anak di bawah umur. Paling muda usia 5 tahun,” katanya.

Selama tahun 2016 tercatat 10 kasus di antaranya melanda anak usia lima tahun. Jumlah ini bisa bertambah hingga penghitungan akhir tahun nanti. Kasus-kasus itu, menurut dia terkait faktor ekonomi yang rendah dan tingkat pengetahuan tentang cara membina keluarga berencana terbilang biasa-biasa.

“Tentu dengan adanya masalah ini membuat kekecewaan. Dan yang kerap terjadi pada pernikahan dini tetapi tidak menutup kemungkinan yang sudah dewasa,” katanya. (ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka