Jakarta, Aktual.com – Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional diperingati setiap tanggal 10 Desember 2016. Dalam sejarahnya, tanggal ini diperingati dengan momentum pengesahan Deklarasi HAM pada 1948.
Dalam perkembangannya, peringatan hari HAM menjadi upaya global dalam meminta setiap negara untuk memperbaiki kondisi kemanusiaan melalui upaya keadilan dan jaminan kesejahteraan.
Pada konteks hari ini di Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melihat upaya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, sebagai dijamin dalam UUD 1945 (terutama setelah Amandemen II), mengalami pemburukan yang mengkhawatirkan.
Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar, dalam keterangannya, Minggu (11/10), mencatat secara singkat setidaknya lima hal kenapa perlindungan HAM di Indonesia mengalami pemburukan yang mengkhawatirkan.
“Pertama, soal ketiadaan akses dan jaminan keadilan,” tegas Haris.
Ketiadaan akses dan jaminan keadilan ini bisa dilihat dari penanganan berbagai kasus HAM. Dari ketiadaan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat dimasa lalu, kasus Munir hingga kasus penembakan di Paniai Papua.
Kedua, soal perampasan hak atas tanah dan ketiadaan Perlindungan Masyarakat Adat. Hak atas tanah masyarakat mengalami situasi yang sangat buruk, berbagai perampasan tanah atas nama pembangunan luas terjadi, seperti kasus pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat.
Kemudian pelanggaran hak atas tanah oleh praktek bisnis atau korporasi. Misalnya di pulau kecil Romang Maluku Barat Daya dan Pulau Gebe Ternate. Situasi masyarakat disekitar tambang setempat memprihatinkan.
“Ratusan lubang tambang memakan korban jiwa tanpa penyelesaian hukum dan pemulihan lingkungan. Kondisi-kondisi ini memperburuk daya hidup masyarakat adat disekitar lokasi bisnis tersebut. Bahkan banyak dari mereka yang diteror bahkan sampai dibunuh,” ungkapnya.
Catatan ketiga, lanjut Haris, kebebasan Berekspresi dan pemidanaan terhadap pekerja hak masyarakat. Berbagai kasus belakangan muncul secara dipaksakan dan terlihat sebagai upaya membungkam kerja dan informasi dari berbagai aktifis.
Sebagai contoh, sudah ada 10 orang aktifis Bali Tolak Reklamasi yang dilaporkan ke Polisi. Pengacara masyarakat Pulau Gebe Ternate juga dipidanakan. Sarana ekspresi Social media menjadi modus baru pemidanaan
Keempat, integritas aparat hukum dan keamanan. Berbagai praktek kekerasan dan penyiksaan terjadi di dalam situasi pengamanan lahan oleh Polri dan TNI, di Lahat, Majalengka, Yogyakarta dan lain-lain.
Dalam soal hukuman mati, juga sangat terang bahwa banyak proses hukum diselewengkan oleh pihak Kejaksaan Agung yang tidak bisa dijelaskan ke masyarakat
Catatan kelima mengenai buruknya kualitas hak sosial. Hal ini bisa dilihat dari kondisi hak atas kesehatan. Kasus Vaksin menjadi kasus penting untuk melihat bagaimana negara kalah dalam kontrol produksi dan distribusi vaksin.
“Gambaran kecil diatas adalah bukti bahwa negara hari ini masih memanjakan para pelanggaran HAM menikmati kekebalan hukum. Negara belum menjawab persoalan-persoalan kemanusiaan dan keadilan masyarakat dan korban. Sementara penderitaan dan kekecewaan terus meluas,” katanya.
KontraS berharap masyarakat tetap semangat dalam memperjuangkan hak-haknya disaat negara semakin abai terhadap keadilan HAM dan disaat penegakan HAM semakin mengkhawatirkan dan memburuk.
(Laporan: Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka