Jakarta, Aktual.com – Pertumbuhan ekonomi di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini dirasa tak mampu mengurangi angka kemiskinan dan tingkat ketimpangan. Jika hal ini terus terjadi, maka bisa berpotensi melahirkan instabilitas di sektor lain.

“Risiko tingkat pertumbuhan ekonomi masih sangat besar. Pemerintah sepertinya tak mampu meredam ketimpangan ekonomi (Gini Ratio) saat ini dan tahun depan. Selain bisa memicu instabilitas sosial, politik dan keamanan, juga berpotensi menjadi ancaman,” tutur Direktur INDEF, Enny Sri Hartati, di Jakarta, Selasa (13/12).

Bahkan, kata dia, mengacu pada yang terjadi di luar negeri, terutama di Timur Tengah, adanya revolusi di Tunisia ternyata disebabkan oleh ketimpangan yang tinggi. Indonesia bisa saja terjadi seperti itu.

“Di Tunisia pada 2015 gini rasionya sebesar 0,39. Sama seperti Indonesia, angka ketimpangan di tahun ini sebesar 0,39. Jika terus dibiarkan, revolusi bisa melanda Indonesia,” cetus dia.

Pasalnya saat ini, ujar Enny, sangat mencolok terjadinya ketimpangan dalam pemilikan kekayaan di Indonesia. “Karena faktanya, sebanyak 50,3 persen kekayaan di Indonesia dimiliki oleh hanya 1 persen rumah tangga Indonesia. Jadi angka ketimpangan itu bisa dikatakan sangat timpang,” tandas dia.

Ketimpangan juga terjadi di kepemilikan rekening simpanan di perbankan. Menurut Enny, rekening simpanan di perbankan nasional didominasi oleh deposan dengan nilai simpanan kecil. Di mana 120 juts rekening atau sekitar 97,6 persen hanya bernilai nominal kurang dari Rp100 juta.

“Sementara, rekening simpanan dengan nilai nominal di atas Rp5 miliar hanya dimiliki oleh 0,1 persen dari total rekening yang ada,” jelasnya.

Dia menegaskan, angka indeks gini atau rasio ketimpangan itu sangat penting untuk menjadi referensi dalam mengevaluasi hasil dan mengukur capain kinerja pembangunan.

Namun begitu, dia mengkritisi angka gini rasio yang digunakan oleh pemerintah dengan ukuran yang digunakan adakah pegeluaran bukan pendapatan.

“Dengan indeks gini yang diukur dari pendekatan pengualuaran tersebut, maka tingkat kesenjangan yang sebenarnya terjadi bisa jauh lebih tinggi lagi di atas angka indeks gini tersebut,” tandas Enny.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka