Jakarta, Aktual.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah melakukan penodaan agama islam dalam pidatonya di kepuluan seribu beberapa waktu lalu.
Dari surat dakwaan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dengan nomor regristrasi perkara idm 147/jkt.ut/12/201, Ahok dikenakan dua pasal alternatif. (Baca: Ahok Terdakwa Penodaan Agama Dijerat dengan Dua Pasal Alternatif).
Berikut surat dakwaan lengkap yang disangkakan ke calon gubernur dari PDIP dan Nasdem ini.
I Identitas Terdakwa.
Nama lengkap Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tempat lahir Mangar, Kabupaten Belitung Timur. Usia 50 tahun. Tanggal lahir 29 Juni 1966. Jenis kelamin laki-laki. Kewarganegaraan Indonesia. Alamat Jalan Pantai Mutiara Blok C, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Agama Kristen. Pekerjaan Gubernur DKI Jakarta. Pendidikan S2 magister manajemen.
II Penahanan. Oleh penyidik tidak dilakukan penahanan, oleh penuntut umum tidak dilakukan penahanan.
III Dakwaan Pertama bahwa terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa 27 sept 2016 sekira pukul 08.30-10.30 WIB, atau setidak-tidaknya pada bulan September 2016, bertempat di tempat pelelangan ikan atau TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain di mana Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang mengadili dengan sengaja di muka umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia yang dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:
Pada hari Selasa, 27 september 2016 sekira pukul 08.30 WIB, terdakwa selaku Gubernur DKI Jakarta mengadakan kunjungan kerja di TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulang Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten administratif Kepulauan Seribu, Prov DKI Jakarta dalam rangka panen ikan kerapu dengan didampingi oleh anggota DPRD DKI, Bupati Kepulauan Seribu, kepala dinas kelautan, perikanan dan ketahanan pangan DKI Jakarta, asisten ekonomi dan dihadiri oleh para nelayan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat setempat.
Pada saat terdakwa mengadakan kunjungan tersebut, terdakwa sudah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur DKI Jakarta yang pemilihannya akan dilaksanakan pada bulan Februari 2017, bahwa meskipun pada kunjungan kerja tersebut tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan pemiihan gubernur DKI Jakarta, akan tetapi oleh karena terdakwa telah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur, maka ketika terdakwa memberikan sambutan, dengan sengaja memasukkan kalimat dengan agenda pemilihan gubernur DKI Jakarta dengan mengaitkan Surah al-Maidah ayat 51 yang antara lain mengatakan sebagai berikut:
“Ini pemilihan kan dimajuin, jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017. Jadi kalau program ini kita jalankan dengan baik pun, bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur, jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi enggak usah pikiran ah nanti kalau enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan, dibohongi pakai surah Al Maidah 51, macam-macam itu, itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka, karena dibodohin gitu, ya enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa milih ahok, enggak suka sama Ahok nih, tapi programnya gw kalau terima enggak enak dong, jadi utang budi, jangan bapak ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan loh, kena stroke”.
Bahwa dengan pernyataan ini, seolah-olah surah Al Maidah ayat 51 telah digunakan orang lain untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah. Padahal terdakwa sendiri yang mendudukkan atau menempatkan surah Al Maidah 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam proses pemilihan kepala daerah. Menurut terdakwa kandungan Surah al-Maidah ayat 51 tidak ada hubungannya dalam memilih kepala daerah. Di mana pendapat tersebut didasarkan pengalaman terdakwa dalam pemilihan kepala daerah di Bangka Belitung. Saat itu terdakwa mendapatkan selebaran-selebaran yang pada pokoknya berisi larangan pemimpin non-Muslim yang antara lain mengacu pada al-Maidah 51 yang diduga dilakukan lawan-lawan politik terdakwa.
Bahwa Surah Al Maidah 51 yang merupakan bagian Alquran sebagai kitab suci agama Islam berdasarkan terjemahan Departemen atau Kementerian Agama, bahwa “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang zalim. Di mana terjemahan dan interpretasinya menjadi domain bagi pemeluk dan penganut agama Islam baik bagi pemahamannya maupun dalam penerapannya.
Bahwa perbuatan terdakwa yang telah mendudukkan atau menempatkan Surah al-Maidah ayat 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta dipandang sebagai penodaan terhadap Alquran sebagai kitab suci agama Islam sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan MUI tanggal 11 Okt 2016 angka 4 yang menyatakan bahwa kandungan Surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Alquran.
Perbuatan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 156 a huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Atau, kedua bahwa terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa 27 September 2016 sekira pukul 08.30-10.30 WIB, atau setidak-tidaknya pada bulan September 2016, bertempat di tempat pelelangan ikan atau TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten administrasi Kepulauan Seribu atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain di mana Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang mengadili dengan sengaja di muka umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia yang dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:
Pada hari Selasa, 27 September 2016 sekira pukul 08.30 WIB, terdakwa selaku Gubernur DKI Jakarta mengadakan kunjungan kerja di TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulang Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten administratif Kepulauan Seribu, Prov DKI Jakarta dalam rangka panen ikan kerapu dengan didampingi oleh anggota DPRD DKI, Bupati Kepulauan Seribu, kepala dinas kelautan, perikanan dan ketahanan pangan DKI Jakarta, asisten ekonomi dan dihadiri oleh para nelayan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat setempat.
Pada saat terdakwa mengadakan kunjungan tersebut, terdakwa sudah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur DKI Jakarta yang pemilihannya akan dilaksanakan pada bulan Februari 2017, bahwa meskipun pada kunjungan kerja tersebut tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan pemilihan gubernur DKI Jakarta, akan tetapi oleh karena terdakwa telah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur, maka ketika terdakwa memberikan sambutan, dengan sengaja memasukkan kalimat dengan agenda pemilihan gubernur DKI Jakarta dengan mengaitkan surah Al Maidah ayat 51 yang antara lain mengatakan sebaga berikut:
“Ini pemilihan kan dimajuin, jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017. Jadi kalau program ini kita jalankan dengan baik pun, bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur, jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi enggak usah pikiran ah nanti kalau enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan, dibohongi pakai surah Al Maidah 51, macam-macam itu, itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka, karena dibodohin gitu, ya enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa milih ahok, enggak suka sama Ahok nih, tapi programnya gw kalau terima enggak enak dong, jadi utang budi, jangan bapak ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan loh, kena stroke”.
Bahwa dengan perkataan terdakwa tersebut, pemeluk dan penganut agama Islam yang merupakan salah satu golongan rakyat Indonesia seolah-olah adalah orang yang membohongi dan membodohi dalam menyampaikan kandungan surah Al Maidah ayat 51 yang merupakan bagian dari Alquran kitab suci bagi umat Islam tentang larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin kepada masyarakat dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta, karena menurut terdakwa, kandungan Surah al-Maidah ayat 51 tidak ada hubungannya dalam pemilihan kepala daerah. Di mana pendapat tersebut didasarkan pengalaman terdakwa dalam pemilihan kepala daerah di Bangka Belitung. Saat itu terdakwa mendapatkan selebaran-selebaran yang pada pokoknya berisi larangan memilih pemimpin non-Muslim yang antara lain mengacu pada al-Maidah 51 yang diduga dilakukan oleh lawan-lawan politik terdakwa.
Bahwa Surah al-Maidah 51 yang merupakan bagian Alquran sebagai kitab suci agama Islam berdasarkan terjemahan Departemen atau Kementerian Agama, bahwa “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang zalim. Di mana terjemahan dan interpretasinya menjadi domain bagi pemeluk dan penganut agama Islam baik bagi pemahamannya maupun dalam penerapannya.
Bahwa perbuatan terdakwa yang telah menyatakan bohong kepada orang lain dalam hal ini pemeluk dan penganut agama Islam sebagai salah satu agama yang diiikuti di Indonesia yang menyampaikan kandungan Surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta sebagai suatu penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan MUI tanggal 11 Oktober 2016 angka 5 yang menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah Al Maidah ayat 51 tentang larangan non-Muslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Perbuatan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jakarta 01 Desember 2016
Penuntut Umum Ali Mukartono
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby