Jakarta, Aktual.com – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyesalkan minimnya sosialisasi skema bagi hasil kerja sama migas yang baru, yakni “gross split”.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi dan Migas Bobby Gafur Umar di Jakarta, Selasa, mengatakan selain minimnya sosialisasi, terutama terhadap pelaku usaha dalam negeri, pihaknya merasa belum sempat menyampaikan masukan kebijakan tersebut.

“Per 17 Januari 2017, skema baru dalam pengusahaan migas di Indonesia, yakni ‘gross split’ akan mulai diimplementasikan. Tapi belum ada sosialisasi menyeluruh,” katanya.

Oleh karena itu, Bobby mengajak sejumlah asosiasi penunjang industri migas nasional untuk berembug dan menyampaikan masukan demi kepentingan industri nasional.

“Kami mau mendengar pendapat dan masukan untuk nanti disampaikan ke pemerintah. Karena Pak Jonan (Menteri ESDM) bilang sepulang dari Iran akan bertemu untuk diskusikan ini,” katanya.

Menurut Bobby, berdasarkan hasil pertemuannya dengan sejumlah asosiasi penunjang industri migas tersebut, mayoritas merasa khawatir lantaran skema “gross split” kontraproduktif dengan semangat pemerintah yang ingin mengembangkan industri dalam negeri.

Dalam skema baru yang menghilangkan penggantian biaya operasional hulu migas (cost recovery) itu, kontraktor diberi kuasa penuh dalam pengadaan barang dan jasa.

Hal itu, tentunya akan mempengaruhi pemenuhan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dalam proyek pengelolaan migas di Indonesia nantinya.

“Soal TKDN ini memang dijanjikan akan diatur, entah berupa keputusan menteri atau lembaga baru. Tapi efeknya memang luar biasa. Sekarang saja kami hampir puasa tiga tahun. Kalau diimplementasikan, mungkin bisa puasa selamanya,” kata pimpinan perusahaan pipa baja itu.

Namun, menurut dia, berdasarkan keputusan bersama sejumlah asosiasi, para pelaku usaha nasional mengaku masih bisa mendukung rencana implementasi skema “gross split” dengan beberapa syarat.

“Kami tadi cukup sepakat bahwa kami akan mendukung, namun apabila diterapkan syarat-syarat agar industri-industri yang akan dikembangkan itu dapat berjalan, bukan malah mati,” katanya.

Skema “gross revenue split” yang direncanakan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral merupakan salah satu solusi untuk menekan dana yang dialokasikan tiap tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk penggantian biaya operasi hulu migas (cost recovery).

Dengan skema “gross revenue split”, perhitungan bagi hasil disesuaikan dengan produksi sebelum ada pengurangan biaya lainnya.

Kementerian ESDM tengah menyusun payung hukum mengenai aturan skema bagi hasil tersebut agar tahun depan bisa mulai diberlakukan untuk kontrak migas baru. Meski hingga kini belum ada kepastian kapan aturan itu akan resmi diberlakukan.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan