Alat berat mulai menggusur pemukiman warga Bukit Duri di Jakarta, Rabu (28/9/2016). Penertiban terhadap bangunan di bantaran Kali Ciliwung ini dilakukan Pemrov DKI Jakarta untuk mengembalikan fungsi sungai.

Yogyakarta, Aktual.com – Ratusan personil Satpol PP dan Kepolisian beserta empat alat berat Rabu pagi (14/12), melakukan penggusuran dengan merobohkan sejumlah bangunan yang berdiri di area restorasi gumuk pasir, Desa Parangtritis, Kretek, Bantul.

Menanggapi penggusuran tersebut salah satu perwakilan ARMP (Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran) mengecam atas sikap arogansi pemerintah.

“Kami mengecam sikap arogansi pemerintah, karena statement yang disampaikan Kasatpol PP Bantul dan Pemprof DIY tidak akan menyengsarakan rakyat ternyata hanya lips service,” kata Anis Susilo.

Faktanya, kata Anis, lahan relokasi yang sedianya diberikan kepada warga korban gusuran hingga saat ini belum juga ada, namun pembongkaran bangunan tetap saja dilakukan.

“ARMP akan mengadukan hal ini ke Komnas HAM pusat dan Presiden serta DPR RI!” tegas Anis.

Sementara, forum Jogja Darurat Agraria (JDA) melalui keterangan resmi menyatakan penggusuran itu adalah tindakan sepihak dan ilegal, mengingat belum ada satupun aturan mengenai pertanahan di DIY pasca berlakunya UU 13/2012 tentang Keistimewaan DIY tersebut, kedepan tindakan serupa dinilai bakal semakin menjadi-jadi.

Pihaknya mempertanyakan legalitas surat Panitikismo (lembaga pertanahan swasta/Keraton) No.120/W&K/VII/2016 per 27 Juli 2016, perihal Penertiban Zona Gumuk Pasir di Kecamatan Kretek, Bantul, yang dijadikan legitimasi tindakan penggusuran oleh satuan tugas negara seperti Satpol PP.

Sedangkan, surat Gubernur DIY No.180/3557 per 12 April 2016, perihal Pananganan Gumuk Pasir di Kecamatan Kretek, Bantul, juga dinilai tak dapat diberlakukan sebab sampai saat ini belum ada Perda RDTL yang menetapkan batas wilayah gumuk pasir yang wajib dilindungi.

JDA pun mempersoalkan rekomendasi Fakultas Geografi UGM terkait klasifikasi zona gumuk pasir lantaran lembaga pendidikan ini dianggap bukan petugas yang berwenang menetapkan zonasi, terlebih bukan lembaga legislasi yang boleh membuat Perda terkait RDTL.

Kendati demikian, alasan berbeda digunakan Pemprov DIY untuk melegitimasi pembongkaran. Pertama, UU 5/1990 tentang Konservasi SDA. Kedua, Perda DIY 4/2016 tentang Pelestarian Habitat Alami.

Ketiga, Pergub DIY 115/2015 tentang Pelestarian Kawasan Warisan Geologi. Keempat, UU RI 10/2000. Kemudian juga Perda Bantul 05/2011 tentang Bangunan Gedung serta SK Bupati Bantul 320/2016 tentang Pembentukan Tim Penertiban Kawasan Zona Inti Gumuk Pasir di Wilayah Kecamatan Kretek.[Nelson Nafis]

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Andy Abdul Hamid