Jakarta, Aktual.Com-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sangat mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Keputusan MK itu kata Sri Mulyani dapat dijadikan momentum untuk melakukan reformasi perpajakan nasional. Dimana, reformasi itu akan bersifat menyeluruh dalam institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Pemerintah sangat mengapresiasi putusan tersebut, keputusan itu sudah cukup tepat untuk meneruskan reformasi perpajakan,” sebut Sri Mulyani di Gedung MK, Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Sri Mulyani mengatakan terkait dengan reformasi perpajakan, pihaknya kini tengah memformulasikan sejumlah skema, salah satu skema yang kini sudah berjalan adalah penambahan basis data wajib pajak melalui tax amnesty.
Sri Mulyani berharap kedepan, dengan penambahan basis data dapat menjadi salah satu instrumen peningkatan pendapatan dari sektor perpajakan.
Selain penambahan basis data, jelas Sri Mulyani reformasi pajak juga dilakukan untuk membenahi institusi DJP. Ada hal yang menjadi fokus perhatian Sri Mulyani, seperti pembenahan proses bisnis, peningkatan sumber daya manusia hingga ke sisi insentifnya.
Namun demikian tambah dia proses reformasi sendiri tidak hanya berkutat pada pembenahan internal DJP.
Disisi lain kata Sri Mulyani, pihaknya tengah mengupayakan pembenahan regulasi perpajakan nasional, misalnya melalui revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
“Sedang yang dalam proses, kami sedang memformulasikan revisi UU Pajak Penghasilan dan UU Pajak Pertambahan Nilai,” kata dia.
Dengan keluarnya keputusan MK, kata Sri Mulyani, diharapkan dapat dijadikan payung hukum bagi seluruh wajib pajak yang mengikuti program tax amnesty dan kini mereka semakin yakin untuk mengikuti program yang rencananya bakal berakhir pada tahun depan.
Sedangkan dari sisi kepatuhan pelaksanaan pembayaran pajak yang belum lengkap, kata dia para wajib pajak, dapat memakai undang-undang tersebut, untuk patuh melakukan pembayaran pajak.
Sebelumnya diberitakan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati mengajukan uji materi undang-undang tentang amnesti pajak ke MK.
Seluruh pemohon menilai bahwa UU amnesti pajak ini bersifat diskriminatif bagi sejumlah warga negara karena seolah-olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.
Ketentuan tersebut juga dinilai memberikan hak khusus secara eksklusif kepada pihak yang tidak taat pajak berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.
Selain itu tiga organisasi serikat buruh juga berpendapat bahwa UU Amnesti Pajak mengakibatkan para pengusaha pengemplang pajak diampuni hukumannya, sehingga mencederai rasa keadilan buruh yang selama ini patuh membayar pajak.
Yayasan Satu Keadilan juga mempermasalahkan pemaknaan kalimat “tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan dan dituntut, baik secara perdata ataupun pidana jika dalam melaksanakan tugas,” dalam ketentuan tersebut.
Kalimat tersebut dinilai memiliki makna imunitas bagi Menteri Keuangan, Pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan amnesti pajak, karena kewenangan yang diberikan oleh ketentuan tersebut bersifat absolut tanpa pengawasan serta evaluasi, sehingga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang.
Para pemohon kemudian meminta MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan pasal 1 angka 1, pasal 3 ayat (3), pasal 4, pasal 21 ayat (2), pasal 22, dan pasal 23 ayat (2) UU Amnesti Pajak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs

















