Jakarta, Aktual.com – Pengamat Senior Ekonomi-Politik, Ichsanuddin Noorsy menyebut, kejadian di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (14/12) kemarin, cukup bersejarah. Pasalnya ada dua UU penting yang diputuskan oleh MK itu.

Selain MK memutuskan menolak gugatan terhadap UU No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, pada Rabu kemarin MK juga membatalkan pasal 10 dan pasal 11 UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

“Dalam hal ini, (dengan pembatalan UU Ketenagalistrikan) MK tetap konsisten dengan penafsiran tentang dikuasai negara baik pada pasal 33 ayat (2) maupun ayat (3) nya UUD 1945,” ujar Ichsan dalam keterangan yang diterima Aktual.com, Kamis (15/12).

Menurut dia, UU Nomor 30/2009 pernah juga diajukan gugatan pembatalannya pada saat MK di bawah kendali Mahfud MD. Namun, MK saat itu menolak permohonan pembatalan menyeluruh terhadap UU Ketenagalistrikan ini.

“Padahal UU ini (UU Nomor 30/2009) sama dan sebangun dengan UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang dibatalkan MK pada 15 Desember 2004 lalu,” ungkap dia.

Dan saat itu, kata dia, pemerintah merespon keputusan MK dengan hati ciut. Itu tercermin dari pernyataan Meneg BUMN saat itu, Sugiharto dan kemudian operasi gerilya kaki tangan pemerintah terhadap proses gugatan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

“Pembatalan pasal 10 dan pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2009 itu mengakibatkan BUMD, korporasi swasta, koperasi dan swadaya masyarakat tidak boleh berusaha di bidang peyediaan tenaga listrik lagi,” tandas dia.

Selain itu, perusahaan listrik di luar PLN, juga tidak boleh melakukan unbundling dan mempreteli usaha ketenagalistrikan. “Sehingga usaha ketenagalistrikan harus dikelola secara terintegrasi,” tegasnya.

Meski begitu, Ichsan juga menyayangkan keputusan MK yang tak menyeluruh itu. Pasalnya, MK mengabaikan soal bagaimana penetapan harga ketenagalistrikan yang tunduk pada harga minyak, nilai tukar, dan inflasi (suku bunga).

“Jadi tepatnya, tunduk pada mekanisme pasar bebas di sektor keuangan dan minyak mentah,” jelasnya.

Apalagi, kata dia, pemerintah terus mengulur waktu untuk menyelesaikan perbaikan UU Migas yang menurut MK, harga Migas ditetapkan oleh Pemerintah.

“Pengertian ini ditetapkan pada rumusan putusan itu adalah, harga migas tidak tunduk pada mekanisme pasar,” jelasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan