Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. (ilustrasi/aktual.com)
Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia Nomor 111/PUU-XIII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, menimbulkan perbedaan tafsir antara Kementerian ESDM dengan PLN pada pemaknaan penguasaan negara.

Menurut ESDM, selama ini peranan negara telah hadir dalam mengontrol penyelenggaraan sektor kelistrikan. Dia mengemukakan bahwa hal itu bisa dilihat dari campuran tangan negara dalam hal penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen, penetapan wilayah usaha, perizinan, serta persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan.

“Kontrol Negara masih kuat. Yaitu adanya kontrol terhadap harga jual dan tarif listrik kepentingan umum. Tarif listrik masih dikontrol oleh Pemerintah dan DPR atau Gubernur dan DPRD,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Sujatmiko saat Konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (15/12).

Dengan demikian penguasaan negara menurut ESDM terletak pada peran kebijakan fiskal, bukan berdasarkan monopoli oleh satu badan usaha. Namun sepertinya cara pandang dari PLN mengertikan penguasaan oleh negara hanya dikuasai oleh badan usaha yang mewakili negara.

Hal itu bisa dilihat dari pernyataan Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka yang menegaskan bahwa pengertian putusan MK tersebut sebagai pembenaran bahwa hanya PLN saja yang boleh menyelengarakan kelistrikan.

“Putusannya itu, PLN tidak boleh diprivatisasi, PLN memegang hak eksklusif untuk menjual listrik ke masyarakat. Konteksnya seperti itu menurut saya,” kata Made.

Bahkan jika ada Pemerintah Daerah yang melakukan pembangunan listrik, lalu dijual secara langsung ke masyarakat, menurut PLN tindakan itu bertentangan dengan UU.

“Pemda-pemda yang jual listrik langsung ke masyarakat, itu nggak boleh lagi,” tutupnya.

Sebagaimana diketahui MK telah membatalkan pasal 10 dan pasal 11 dari Undang-Undang (UU) no 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan.

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka