Monitor penunjuk tarif bunga deposito yang dipajang di salah satu sudut Kantor BNI Pusat, Jakarta, Senin (26/7). Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan menahan suku bunga acuan BI (BI Rate) sebesar 6,5 persen, hal tersebut berpengaruh pada penurunan suku bunga perbankan, baik suku bunga deposito maupun suku bunga kredit. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Di tengah ketidakpastian ekonomi global hingga akhir 2017 ini dan adanya kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed Fund Rate membuat Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) di angka 4,75%.

Dengan kebijakan ini, berarti suku bunga Deposit Facility masih tetap di angka 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%. Kebijakan ini berlaku efektif sejak Jumat, 16 Desember 2016.

“Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Dan tentu saja di tengah ketidakpastian pasar keuangan global,” tandas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, di Jakarta, ditulis Jumat (16/12).

Menurutnya, BI memandang pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik ini.

“Ke depan, BI tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari ketidakpastian ekonomi dan keuangan global, terutama terkait arah kebijakan AS dan Tiongkok, maupun dari dalam negeri terutama terkait dengan pengaruh kenaikan administered prices terhadap inflasi,” jelasnya.

Untuk itu, kata dia, BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.

Selain itu, kata dia, BI juga akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah untuk mengelola likuiditas, menjaga inflasi yang rendah dan stabil, memperkuat stimulus pertumbuhan, dan memastikan pelaksanaan reformasi struktural berjalan dengan baik.

“Sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya.

Menurutnya, pemulihan ekonomi dunia masih lemah sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang berjalan lambat, kecuali ekonomi AS yang terus membaik.

“Perbaikan data ekonomi AS, yang tercermin dari menguatnya sektor tenaga kerja dan meningkatnya inflasi, mendorong kenaikan Fed Fund Rate (FFR) pada bulan Desember 2016, serta dengan kecenderungan kenaikan pada tahun 2017 yang lebih tinggi. Sehingga berpotensi meningkatkan cost of borrowing di pasar keuangan global,” paparnya.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka