Mendagri Tjahjo Kumolo gelar rapat kerja dengan Komite I DPD. Rapat itu membahas RUU tentang penyelenggaraan Pemilu dan permasalahan daerah. Mendagri Tjahjo Kumolo bersama jajarannya saat menggelar rapat kerja dengan Komite I DPD di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selatan (29/11/2016). Rapat tersebut membahas RUU tentang penyelenggaraan Pemilu dan permasalahan daerah. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pesiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Organisasi Kemasyarakatan Yang Didirikan Oleh Warga Negara Asing (WNA) pada 2 Desember 2016 lalu.

Melalui PP 59, ormas yang didirikan warga asing dapat melakukan kegiatan di wilayah Indonesia. Dalam pertimbangannya, pemerintah menekankan agar WNA di Indonesia harus tetap menghormati kedaulatan NKRI, memberikan manfaat masyarakat, bangsa, negara serta menghormati nilai sosial, sosial dan masyarakat, serta patuh dan tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.

Bagaimana tanggapan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo terkait PP 59 tersebut, berikut pertanyaan mengenai kemudahan WNA mendirikan ormas di Indonesia?

“Kita kaji dulu PP-nya,” terangnya disela-sela diskusi ‘Merangkai Indonesia dalam Kebhinnekaan’ di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (19/12).

Menurutnya, dalam waktu dekat Kemendagri agar menyampaikan kepada DPR RI perihal rencana revisi UU Ormas. Tjahjo belum menyampaikan apa latar belakang rencana revisi UU Ormas. Hanya saja, ia menyampaikan jika ada ormas yang salah maka perlu diberi peringatan pertama, kedua dan proses lanjutan lainnya.

“Kalau ormas itu dalam konteks aliran sesat, tentu ada fatwa dari Majelis Ulama dan tokoh-tokoh agama yang lain. Itu kejaksaan yang akan proaktif, kalau ormas yang mengganggu ketertiban itu kepolisian,” jelasnya.

Diakui Tjahjo apabila ada ormas yang anti Pancasila, pemerintah tidak bisa serta-merta membubarkan ormas bersangkutan. Sebab ada proses atau prosedur yang harus dilalui. Ia mencontohkan dengan pelaku teroris, apabila bomnya belum meledak tidak bisa dilakukan penangkapan.

“Saya kan sudah pernah statement, mengingatkan, kami tidak bisa langsung memberhentikan (ormas), enggak bisa, ada proses. Sama dengan teroris, sebelum bom meledak tidak bisa ditangkap,” kata dia.(Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid