Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Said Salahuddin menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk mengusulkan pemberhentian sementara terhadap tersangka kasus penista agama Basuki Tjahja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta ketika berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
“Pemberhentian sementara itu ukurannya adalah register di pengadilan, Nah sekarang kalau sudah dua kali sidang sudah ada belum registernya, sudah pasti ada,” kata Said, di Jakarta, Selasa (20/12).
Dikatakan Said, akan menjadi berbahaya apabila aturan soal pemberhentian sementara terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah berstatus terdakwa tidak diberlakukan Kementerian Dalam Negeri, dengan alasan belum menerima nomor register pengadilan.
“Menurut saya ini sangat berbahaya kalau aturan itu bisa di felksibel oleh Kemendagri, seharusnya tidak boleh dan itu (pemberhentian) kewenangan presiden bukan Mendagri. Jadi pemberhentian semantara kepada kepala dan wakil kepala daerah oleh menteri jika itu Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil walikota, tetapi kalau posisinya Gubernur dan Wakil Gubernur levelnya presiden , presiden yang memberhetikan dia,” papar Said.
Dengan demikian, sambung dia, justru dengan sikap Mendagri yang masih tetap berkilah dengan tidak menetapkan pemberhentian sementara terhadap Ahok, akan menuai pandangan negatif terhadap presiden.
“Saya khawatir seperti ini, ketika Mendagri mengatakan begitu, seolah-olah orang akan menganggap bahwa itu adalah permintaan presiden, presiden yang menunda-nunda, dan ini berbahaya karena selama ini kan pak presiden dibayangkan oleh sbagian orang adalah pihak yang memback up pak Ahok,” ujar dia lagi.
“Padahal belum tentu begitu, bisa saja presiden mau saja cuman kata Mendagrinya punya pendapat berbeda, sehingga belum bisa dilaksanakan.”
Oleha karena itu, Said menegaskan agar presiden dapat bertindak tegas dengan memerintahkan Mendagri untuk menjalankan ketentuan terkait pemberhentian sementara dalam kasus Ahok.
“Presiden dalam posisi ini harus cepat dan tegas ketika dia tahu, karena presiden harus taat pada hukum berdasarkan UU No 23/2014 Pasal 83 ayat 2 pemberhentian itu dasarnya adalah register di pengadilan, nah kalau registernya sudah ada terus apa alasannya untuk menunda-nuda,” tandasnya.[Novrizal Sikumbang]
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Andy Abdul Hamid