Jakarta, Aktual.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Memed Sosiawan menyebut skema Gross split yang diwacanaakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dalam kontrak minyak dan gas memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri.
Kelebihannya, kata Memed, pemerintah tidak perlu memikirkan biaya operasional untuk ekspoliatasi migas sehingga lebih efisien. Pembagian untuk negara dan kontraktor bisa berbanding 50-50 % atau 60-40 persen.
Di lain sisi, kata dia skema baru ini sangat berbahaya bagi perputaran ekonomi dalam negeri mengingat kontraktor akan menekan pengeluaran sekuat mungkin supaya tidak merugi, salah satunya dengan membeli peralatan exploitasi yang murah ke luar negeri.
“Kelemahannya kontraktor akan melakukan efesiensi sebesar-besarnya. Dia akan mencari bahan yang paling murah untuk ekploitasi maupun tenaga murah. Bisa jadi tidak mempertimbangkan tingkat keterkandungan dalam negeri,” ujar Politisi PKS ini di Jakarta, Selasa (20/11/2016).
Lebih lanjut, kata Memed, dampak buruk lainnya bagi para pekerja dalam negeri yaitu kontraktor akan memilih tenaga profesional dari luar sehingga pekerja dalam negeri hanya menonton dan tidak akan dilibatkan dalam setiap proyek.
“Gross split itu mengurangi peluang barang, Jasa dan sumber daya manusia indonesia terlibat dalam pembangunan ekploitasi migas, SDM dan produk dalam negeri tidak terpakai. Pipa dan karet semua berasal dari Cina,” jelasnya.
Namun demikian, pemerintah dapat mencoba skema baru ini dan mengevaluasinya jika ternyata merugikan negara. “Ya perlu dicoba cara ini di dalam dua dan tiga tahun,” pungkasnya.
Pewarta : Musdianto
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs