Jakarta, Aktual.com – Dewan Keamanan PBB pada Kamis menunda pemungutan suara atas pengesahan resolusi, yang akan menuntut Israel mengakhiri pembangunan pemukiman.

Sejumlah diplomat mengatakan penundaan itu dilakukan setelah perdana menteri Israel dan presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump mendesak wakil AS di Dewan Keamanan agar menggunakan hak veto terhadap rancangan resolusi.

Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi memerintahkan perwakilan negaranya di Perserikatan Bangsa-bangsa agar menunda pemungutan suara.

Jika jadi digelar, pemungutan suara itu akan memaksa Presiden Barack Obama untuk memutuskan apakah akan melindungi Israel dengan menyatakan ‘veto’ (menolak), abstain, ataukah justru akan menyampaikan kritik terhadap pembangunan pemukiman di tanah yang diduduki Israel, yang ingin dijadikan Palestina sebagai wilayah negaranya, kata para diplomat.

Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak Gedung Putih untuk memveto rancangan resolusi.

Desakan itu menampakkan ketakutan kedua pemimpin tersebut bahwa akan menanggalkan perlindungan AS bagi Israel di PBB.

Sisi meminta pemungutan ditunda setelah ada permintaan dari Israel, kata dua sumber yang mengetahui situasi tersebut kepada Reuters.

Mesir merupakan negara Arab pertama yang membuat perdamaian dengan Israel.

Setiap anggota Dewan Keamanan diperbolehkan mengajukan rancangan resolusi.

Mesir, yang saat ini menjadi anggota, bekerja sama dengan Palestina dalam menyusun rancangan.

Mesir menyebarkan rancangan resolusi itu pada Rabu malam dan kelima belas anggota Dewan dijadwalkan melakukan pemungutan suara pada Kamis pukul 15.00 waktu setempat, kata para diplomat.

Tidak jelas posisi apa yang akan diambil Amerika Serikat, yang selama ini melindungi Israel dari tindakan PBB, terhadap rancangan resolusi tersebut.

Resolusi akan menuntut Israel untuk “segera menghentikan sepenuhnya seluruh kegiatan pembangunan permukiman di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Jerusalem Timur”.

Rancangan memperingatkan bahwa Israel tidak memiliki hak secarahukum untuk melakukan pembangunan pemukiman tersebut, yang dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional.

Rancangan resolusi juga menyuarkan kekhawatiran mendalam bahwa terus berlangsungnya kegiatan pembangunan pemukiman bisa “membahayakan kemungkinan tercapainya penyelesaian dua-negara”.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby