Jakarta, Aktual.com – Komisi IX DPR RI mendesak Pemerintah untuk segera mengevaluasi dan menghentikan kebijakan bebas visa bagi Warga Negara Asing (WNA) ke Indonesia. Pasalnya, kebijakan itu dinilai telah menimbulkan keresahan bagi sebagian masyarakat. Apalagi, pada hari-hari belakangan ini semakin banyak Tenaga Kerja Asing (TKA) yang menyalahgunakan visa masuk tersebut untuk bekerja.
“Fakta ini sebetulnya tidak bisa dibantah begitu saja. Kemenaker, imigrasi, dan kepolisian telah banyak melakukan penangkapan. Pemerintah harus sungguh-sungguh menyelesaikan masalah ini,” ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Sabtu (24/12).
Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa kebijakan bebas visa itu harus segera dicabut. Pertama, tujuan bebas visa untuk menaikkan kunjungan wisatawan mancanegara terbukti tidak berhasil.
“Data resmi yang dimiliki pihak imigrasi menunjukkan bahwa kunjungan orang asing ke Indonesia tahun 2016 ini terbukti menurun dibandingkan tahun lalu. Tercatat bahwa tahun 2015 jumlah kunjungan WNA adalah 8.526.490 orang. Sementara tahun 2016 ini menurun menjadi 8.278.819. Itu artinya ada penurunan,” jelas Saleh.
Kedua, kebijakan bebas visa tersebut telah menghilangkan potensi PNBP (penghasilan negara bukan pajak) sebesara Rp1,3 triliun. Dengan kebijakan bebas visa, kata Saleh, penerimaan negara dari biaya penerbitan visa reguler dan on arrival menjadi hilang.
Ketiga, kemampuan pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap WNA yang masuk ke Indonesia belum maksimal.
“Akibatnya, ada banyak temuan dimana visa kunjungan wisata digunakan untuk kerja. Begitu juga, koordinasi antar kementerian lembaga terkait dinilai belum berjalan dengan baik,” ungkap Politisi PAN ini.
Karenanya, tambah Saleh, Komisi XI DPR meminta Pemerintah untuk lebih fokus menciptakan lapangan kerja bagi WNI. Sebab, investasi asing yang masuk semestinya dimaksimalkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi WNI.
“Dengan begitu, pengiriman TKI ke luar negeri bisa diminimalisir,” pungkas Legislator asal Sumatera Utara itu.
(Nailin In Saroh)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan