Jakarta, Aktual.com – Kondisi likuiditas perbankan tak bisa lagi dianggap enteng. Pasalnya sudah masuk kondisi lampu kuning alias kian mengkhawatirkan. Pemerintah pun harus ikut bertanggung jawab karena menjadi salah satu penyebabnya adalah persaingan suku bunga antara Surat Utang Negara (SUN) dan deposito. Hal tersebut membuat likuiditas perbankan makin seret.

“Bagi saya, kondisi likuiditas perbankan saat ini dengan ditandai LDR (loan to deposit ratio) tinggi bukan lagi kondisi musiman. Melainkan sudah masuk periode lampu kuning,” jelas ekonom dari Institute of Development for Economic and Ginance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, di Jakarta, Minggu (25/12).

Menurutnya, ada tiga faktor yang menyebabkan kondisi likuiditas perbankan saat ini mulai mengering. Pertama, pemerintah sedang giat-giatnya menarik dana dari program pengampunan pajak (tax amnesty).

“Hal ini membuat dana-dana untuk bayar tebusan tax amnesty ditarik dari perbankan. Nah, dana-dana yang merupakan DPK (Dana Pihak Ketiga) ini banyak ditarik dari bank BUKU I-IV” kata dia.

Namun masalahnya, bagi bank yang menjadi bank persepsi dana tax amnesty hanya ada di Bank Umum Kategori Usaha (BUKU) III dan IV. Akibatnya tekanan likuiditas paling besar dirasakan di bank BUKU I dan II alias di bank-bank kecil.

Kemudian faktor kedua adanya perang likuiditas yang terjadi antara perbankan dan pemerintah. Karena faktanya, pemerintah terus menambah utang dengan rata-rata bunga yang tinggi sekutar 8-9%. Sehingga, bank-bank juga harus menawarkan bunga deposito yang tinggi.

“Padahal kondisinya laju kredit sedang lesu. Ini kalau dibiarkan terus bank-bank bisa kekeringan likuiditas semakin parah,” ujarnya.

Faktor berikutnya, kata dia, pertumbuhan DPK yang kian melemah. Hal ini terjadi karena pelemahan daya beli masyarakat. Di tahun 2015 lalu, pertumbuhan DPK bisa lebih dari laju kredit.

“Sekarang DPK malah di bawah kredit. Kreditnya sendiri lajunya rendah antara 6-7 persen,” pungkas dia.

Sebelumnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memperkirakan, likuiditas perbankan di akhir tahun ini akan melanjutkan tren pengetatan. Tercermin dari peningkatan rasio kredit terhadap simpanan (LDR) yang di akhir September 2016 sudah menembus 91,71 persen.

“LDR kita saat ini terus naik menjadi 91,71 persen. Ini menandakan bahwa likuiditas di akhir tahun ini cukup ketat,” kata Sekretaris Perusahaan BNI, Ryan Kiryanto belum lama ini.

Menurut Ryan, pertumbuhan kredit pada tahun ini juga terus mengalami tren penurunan, bahkan hingga akhir Kuartal III-2016 hanya sebesar 6,5 persen atau lebih rendah dari proyeksi Bank Indonesia(BI) yang berkisar 7-9 persen di 2016.

“Kondisi ini semakin mengetat karena DPN juga growth-nya melambat,” ungkap Ryan.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka